KOTOMONO.CO – Tulisan ini saya tulis setelah melihat reels terbaru yang diposting seorang Stand Up Comedian dari Yogyakarta, Lord Mukti Entutz (@muktientutz). Kebetulan belakangan ini saya juga merasakan hal yang sama seperti apa yang Lord Mukti posting. Di video itu Lord Mukti seperti sedang menyindir trend sekarang yang seolah banyak yang tiba-tiba menjadi pedagang kesedihan.
Dalam video itu Lord Mukti berperan sebagai pedagang keliling. Dari apa yang beliau teriakkan, menunjukkan bahwa beliau sedang menjual kesedihan. Kemudian Gus Zroel (Coip) di situ berperan sebagai pembeli yang membeli dagangan dari Lord Mukti.
Setelah proses jual beli selesai, Lord Mukti memberikan sebuah cermin besar pada Gus Zroel, saat menerima dan melihat dirinya sendiri di cermin tersebut, Gus Zroel mendapat apa yang ia beli, yaitu kesedihan.
Jika melihat dalam media sosial sekarang memang banyak bertebaran postingan-postingan yang menampilkan kesedihan. Postingan kesedihannya pun bermacam-macam, dari mulai sedih ditinggal pacar, broken home, sampai sedih dengan masa depan sendiri atau biasa disebut Quarter Life Crisis (QLC). Postingan itu biasanya berupa foto-foto atau video quotes berlatar musik-musik sendu.
Istilah keren fenomena mengumbar kesedihan di media sosial secara berlebihan ini biasanya disebut sadfishing. Tujuannya beragam, ada yang bertujuan menjaring simpati followers sampai mencari atensi orang lain.
Postingan-postingan kesedihan tersebut biasanya banyak yang berawal dari akun-akun anonim, banyak orang yang merasa relate kemudian mengunduh dan mengunggahnya ke akun sosial medianya masing-masing. Dari situ kemudian menyebar dan banyak yang ter-influence, yang membuat seseorang yang awalnya senang tiba-tiba ikut merasa sedih. Nggak cuma covid, ternyata kesedihan juga bisa menular.
Akan menjadi bagus jika ketika melihat itu kita merasa relate dan menyadari bahwa ternyata ada yang tidak baik-baik saja dalam hidup kita. Kemudian dengan kesadaran itu kita sedikit demi sedikit membenahinya. Bukannya malah memelihara dan merasa keren dengan kesedihan-kesedihan tersebut. Mindset kita tentang kebahagiaan dan kesedihan juga perlu di-upgrade.
BACA JUGA: Kelebihan TikTok Shop yang Tidak Dimiliki Marketplace Lain
Tapi selain itu ada yang paling aneh lagi menurut saya, ada orang-orang yang sengaja menyebarkan postingan kesedihan tapi setelah ditanya kenapa membuat postingan tersebut jawabannya “Ya lagi pengen aja.”
Huffftttt…
Maksud saya bukannya nggak bersimpati dan membatasi hak bersosmed anda, tapi yang ditakutkan ketika hal itu menjadi kebiasaan yang kemudian membuat kita lupa kesenangan kenikmatan yang sudah didapat. Mungkin Tuhan sedang “kebingungan” melihat trend ini. Kata Tuhan, “Perasaan sudah saya beri kenikmatan-kenikmatan, saya menguji dia ya sesuai kekuatannya, tapi kok storynya sedih-sedihan terus ya, kapan senangnya?”
Jika ada yang bilang kesenangan itu kan nggak perlu diumbar, halah mindsetmu angel. Kesenangan nggak perlu diumbar, tapi kesedihan kok diumbar setiap hari.
Budaya Kita nge-Share Meme Kocak!
Sepertinya niat dan tujuan kita bermain media sosial sudah mulai bergeser. Dari yang tadinya bertujuan mencari hiburan, bergeser kepada mencari hal-hal relate tentang kesedihan. Dari yang tadinya bertujuan membagi kesenangan, bergeser kepada membagi kesedihan.
Padahal dari pengucapannya saja sudah jelas, “bermain sosmed”. Di mana-mana yang namanya bermain itu ya tujuannya bersenang-senang, bersenang-senang di media sosial bisa melalui banyak hal, seperti meme kocak, video-video lucu, sampai membaca komentar-komentar netizen pun bisa menjadi hiburan, jika kita tidak menganggap terlalu serius permainan yang bernama media sosial ini.
BACA JUGA: Ora Kober Aesthetic-Aesthetic-an, Warga Pekalongan Berlomba Meninggikan Rumah
Dalam hal ini, kemampuan menangkap humor juga perlu ditumbuhkan agar tidak sendu-sendu melulu. Nggak usah sok-sok sudah dewasa kemudian menganggap nge-share hal-hal lucu dianggap katrok dan kekanak-kanakan.
Bukannya membagi dan membuat orang lain bahagia itu bisa menjadi amal? Orang lain bisa ter-influence dan secara tidak sadar kita sudah menebar energi positif ke orang lain. Pahala yakin pahala.
Hidup itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem
Dengan adanya trend “menjual kesedihan” tersebut, menandakan bahwa banyak dari kita yang masih ingin selalu melampiaskan apa yang dirasakan tanpa memperhatikan dampak negatifnya. Kita perlu belajar falsafah hidup yang diajarkan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) bahwa “hidup itu harus pinter ngegas dan ngerem”, yang juga berarti dalam menjalani kehidupan kita perlu tahu kapan waktunya melampiaskan dan kapan waktunya mengendalikan.
Tak jarang ada juga orang-orang yang menggunakan dalih “kita kan perlu speak-up tentang masalah ini, tentang masalah itu”. Halah speak-up ya mikir-mikir to bos. Orang Jawa kan juga punya idiom “mikul dhuwur mendhem njero”. Lali, ta? Hidup itu harus pinter speak-up dan mikul dhuwur mendhem njero.
Ngegas dan ngerem ini sangat penting dipraktikkan dalam hidup kita. Saya pernah coba mengendalikan penggunaan media sosial. Saya benar-benar seharian tidak membuka media sosial apa pun. Hasilnya saya merasa lebih tenang dari biasanya. Kalau nggak percaya, coba saja. Kalau sudah percaya, ya dicoba juga.