KOTOMONO.CO – Kelurahan Panjang adalah wilayah yang paling terkenal di Pekalongan. Keberadaannya hampir identik dengan Pekalongan itu sendiri. Tak banyak memahami mengapa hal yang sedemikian itu dapat terjadi.
Beberapa sesepuh yang asli dari Panjang kini sangat sulit ditemukan. Yang lebih memprihatinkan lagi, putra-putri mereka pun tidak begitu mempedulikan cerita tutur dari para orang tua mereka sehingga ketika ditanyakan tentang daerahnya, sebagian besar akan menggeleng kepala.
Nah bagaimana sebenarnya sejarah mengenai asal-usul dari wilayah desa yang bernama Panjang ini ?

Mengupas keberadaan Nama “Panjang” memang sepanjang namanya. Banyak informasi yang menyebutkan asal-usul kata panjang ini. Beberapa cerita tutur sebagai penamaan wilayah kelurahan “Panjang” yang sempat terkumpul antara lain sebagai berikut :
Asal-usul Kelurahan Panjang dari Perahu Panjang
Pekalongan sebagai kota pelabuhan yang tersohor ketenarannya tentu disinggahi oleh banyak perahu dari para saudagar dari berbagai daerah nusantara maupun mancanegara. Mengingat perahu atau kapal yang singgah ini sebagian besar adalah perahu niaga skala besar maka bentuk perahunya pun cukup “panjang” maka disebutlah sebagai Panjang.
Ada kisah yang berkaitan dengan “perahu yang panjang” ini bahwa dahulu pada masa Tumenggung Bahurekso akan menyerang VOC di Batavia kapalnya sangat besar dan panjang. Disamping itu sebagai panglima angkatan laut utara, Bahurekso membawahi pasukan laut dari berbagai daerah di nusantara hingga rangkaian perahu tersebut sangat panjang dari hilir sungai sampai dengan laut dipenuhi kapal besar dan kecil.
Kini wilayah Panjang tidak lagi tunggal seperti dulu. Secara administrasi tata kelola, Panjang dibagi menjadi tiga kelurahan yaitu kelurahan Panjang Wetan, Kandang Panjang dan Panjang Baru.
Asal-usul Kelurahan Panjang dari Kandang yang panjang
Letak Kelurahan Panjang yang berada pesisir pantai dengan tanah yang subur menjamin suburnya rumput sebagai pakan ternak. Banyak ternak ruminansia seperti kambing dan kerbau yang dibudidayakan oleh masyarakat.
Pemerintah Kolonial Belanda pun menempatkan kandang-kandang kuda baik sebagai sarana transportasi maupun pendukung pasukan kavaleri di sekitar ini. Kandang-kandang tersebut berurutan hingga jarak yang sangat panjang. Cerita ini pula yang menjadi salah satu dari asal usul nama kelurahan Kandang Panjang yang akan kami bahas selanjutnya pada kelanjutan postingan Sejarah Asal-usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan setiap Jumat pagi.
Asal-usul Kelurahan Panjang dari Keramik lonjong nan Panjang
Pada masa lalu di wilayah Panjang pernah ditemukan barang-barang pecah belah berupa piring keramik dalam berbagai ukuran. Salah satunya ada yang berbentuk lonjong dan ukurannya cukup panjang.
Piring yang panjang ini ditemukan cukup banyak bahkan salah satunya kini ada yang disimpan di Museum Nasional. Banyaknya piring panjang ini mengundang banyak orang sehingga banyak menyebut dengan kata daerah tempat piring panjang.
Lambat laun hanya disebut dengan kata panjang. Hal ini disebabkan tidak lengkapnya informasi yang diterima karena adanya keterbatasan sarana komunikasi pada waktu itu.
Atas dasar inilah yang mungkin menjadi rujukan akan sebutan atau penamaan wilayah paling utara di Pekalongan ini dengan nama “Panjang”.
Tempat Bersejarah di Kelurahan Panjang
Membaca buku Citra Pekalongan Dalam Arsip yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia tahun 2016, pada pertengahan masa kolonial ditemukan beberapa informasi menarik tentang Panjang.
Pada pembagian wilayah administrasi, di Pekalongan dibagi menjadi beberapa distrik dan onder distrik. Distrik dipimpin oleh seorang Wedono dan onder distrik dipimpin oleh seorang Asisten Wedono. Seorang Asisten Wedono sangat dikenal dengan sebutan “NDORO SETEN” dalam bahasa Jawa. Seten adalah penyebutan mudah dari kata asisten.
Pekalongan sendiri adalah sebuah distrik yang membawahi empat onder distrik yaitu Pekalongan, Pandjang, Tirto dan Boewaran (Buaran).
Baca : Sejarah Stasiun Kereta Api Pekalongan
Onder distrik membawahi beberapa desa sehingga dapat disetarakan dengan sebuah kecamatan di masa kini. Dari peta administrasi wilayah Pandjang meliputi sungai Pekalongan disebelah timur, Sapuro dan Bendan disebelah selatan, Bremi ke utara menyusur aliran sungai kemudian kearah barat laut sampai dengan sungai Pencongan.
Merujuk dari informasi diatas, dapat disimpulkan bahwa dulu Panjang adalah sebuah ibukota onder distrik sehingga sangat layak apabila telah memiliki kelengkapan sebagai unit pemerintahan yang cukup memadai. Sampai dengan awal tahun 1990-an, orang-orang tua di Panjang ini bila ke wilayah timur sungai baik ke pasar maupun ke kabupaten tidak menyebut nama desa atau tempat tetapi lebih sering menyebut ke Pekalongan.
Kelurahan Panjang menjadi makin ramai setelah adanya desentralisasi dengan adanya rumah yang sekaligus menjadi kantor bagi Residen Pekalongan yang di bangun di wilayah ini. Sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda maka Panjang dibuat semakin rapi dan semakin lengkap sebagai pusat kota dan pusat pemerintahan belanda pada waktu itu.
Belanda dalam membangun wilayah ini rupanya menganut filosofi Jawa, pusat pemerintahan atau rumah penguasa memiliki halaman berupa lapangan rumput yang luas yang disebut dengan alun-alun yang dikelilingi dengan pengadilan atau jekso negoro, penjara, rumah ibadah, dan pasar.
Hal ini bisa sedulur lihat pada masa kini di kawasan Budaya Jetayu yang begitu rapi tertata dengan lapangan yang di kelilingi dengan beraneka gedung yang menawan.
Bagaimana kira-kira tata ruang disana dan ada apa saja disana ? Yuk simah lebih lanjut dibawah ini, beberapa Gedung yang menjadi tata ruang bagi pusat kota dan pusat pemerintahan Belanda yang bisa kita jumpai.
1. Rumah Dinas dan Kantor Residen Pekalongan

Pemerintah gouvernment van Pekalongan membangun alun-alun berupa taman dengan tanaman besar, palem, dan hamparan rumput yang luas di depan dan sebelah utara rumah residen yang disebut dengan Plein te Pekalongan/Square of Pekalongan.
Lapangan tersebut kini tinggal sedikit yang disebut dengan taman Jetayu. Untuk mendekatkan dengan kebudayaan masyarakat setempat maka diberikan pula kelengkapan administrasi pemerintah berupa Landraat (Pengadilan) yang dipimpin oleh seorang hoofdjaksa (hakim). Sedulur bisa membacanya disini

2. Markas Tentara Belanda / Benteng Belanda

Untuk sejarah lengkapnya bisa sedulur baca tentang Benteng Belanda disini. Markas tentara Belanda ini berada di sebelah timur alun-alun (Lapangan Jetayu), oleh pemerintah kolonial belanda diubah menjadi gevangenis (penjara) sebagai tempat menghukum penjahat maupun pemberontak. Sedulur bisa membaca tentang Benteng Tentara Belanda disini
Pemerintah kolonial memindahkan benteng di timur lapangan dengan membangun tangsi atau barak militer di sebelah timur Wilheminaspark (kebun rojo atau taman monumen 3 Oktober) yang kini digunakan sebagai kantor Bakorwil III Jawa Tengah. Adapun pasar tidak dibangun karena berdekatan dengan pasar Banjarsari yang hanya dipisahkan oleh sungai Kupang.
Baca : Sejarah Monumen Juang Kota Pekalongan
3. Gereja Belanda

Untuk keperluan ibadah para kompeni, maka dibangunlah gedung sebagai rumah ibadah mereka yakni Gereja di sebelah utara yang kini digunakan sebagai Gereja Kristen Indonesia. Disebelah timur dibangun gedung pertemuan yang dipergunakan untuk berkumpul dan berdansa dansi para warga eropa di Pekalongan dengan nama Societet Huis/gedung sositet (rumah berkumpul) dan gedung catatan sipil (department van binenlad bestuur).
Hal ini meneguhkan bahwa kekuasaan bupati pribumi sebenarnya sudah tidak berarti lagi karena secara administrasi hampir seluruhnya telah dilaksanakan oleh gouvernment van Pekalongan.
4. Kantor Pos

Gedung untuk Kantor Pos ini dibangun di sebelah barat alun-alun kota. Pada tahun 1918 Kantor Pos dibangun dengan megah dan indah yang menunjukkan kejayaannya sekaligus untuk menambah keindahan sekitar taman kota.
Informasi merupakan hal penting yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan. Sebagai penyampai informasi pada masa tersebut surat merupakan sarana komunikasi yang dianggap paling efektif dan efisien. Awal abad 20 Pos mencapai puncak kejayaan karena belum ada sarana komunikasi yang lebih efektif daripada surat menyurat. Bagaimana cerita sejarah lengkapnya, sedulur bisa membacanya disini
5. Tugu Mylpaal

Salah satu hal yang menunjukkan bahwa di depan karesidenan adalah pusat kota adalah adanya mylpaal (penanda titik nol). Titik nol inilah sebagai pengukur berapa kilo meter jarak tempuh antar kota yang dipergunakan untuk menentukan berapa besar biaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa angkutan antar kota maupun berapa besar harga perangko yang harus dikeluarkan oleh pengirim surat.
Dan konon, Mylpaal ini sebagai tugu penanda Titik Tengah jalan Daendels di Pulau Jawa, Untuk cerita sejarahnya bisa sedulur baca disini.
Sampai saat ini penanda ini masih utuh dipertahankan sebagai salah satu benda pusaka dengan direvitalisasi agar nampak tertata indah dan menjadi salah satu ikon Kota Pekalongan.
6. Kantor Administrasi Gula
Pada tahun 1923 ketika komoditas gula mencapai puncaknya, Pekalongan merupakan pusat administrasi gula. Oleh karena itu dibangunlah gedung administrasi gula (suiker huist) yang sering disebut dengan gedung gula atau kamar gula.
Masyarakat banyak yang menyebutnya dengan kamar bola. Ada pula yang menyebutkan bahwa kamar bola adalah nama sejenis tanaman bunga. Bangunan ini di masa kemerdekaan dipergunakan sebagai balai kota praja dan kini dipergunakan sebagai musem batik. Sedulur bisa membaca cerita sejarahnya disini
Itulah beberapa Gedung sejarah peninggalan Belanda di pusat kota di Kelurahan Panjang yang menjadi kawasan budaya Jetayu saat ini. Sebenarnya masih ada lagi beberapa Gedung yang belum kita sebutkan seperti Bank Belanda, Pemakaman Belanda, Brug Loji, Pengadilan Negeri, Gedung Societet dan lain sebagainya.
Baca juga : Daftar Bangunan Bersejarah di Kawasan Budaya Jetayu Pekalongan
Secara kajian ilmiah maupun kajian yang berdasarkan cerita tutur, kita tidak dapat memastikan mengenai Sejarah awal mula nama Kelurahan Panjang yang sesungguhnya. Namun dibalik itu semua, kita masih bisa belajar sedikit tentang masa lampau Kelurahan Panjang yang kelak akan terus kita wariskan kepada anak cucu kita di masa mendatang.
Salam Cinta Pekalongan
Sumber : Agung Tjahjana – Mengungkap Asal-Usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan – KPAD Kota Pekalongan.