KOTOMONO.CO – Panjang Wetan merupakan nama kelurahan di kecamatan Pekalongan dengan luas wilayahnya 235,05 ha dan penduduk 21.379 jiwa (5.163 keluarga). Wilayah Panjang Wetan dimulai dari jembatan sungai Loji sampai perbatasan pantai Pasir Kencana atau biasa disebut dengan laut “Ngeboum”.
Kata “Ngeboum” sendiri sebenarnya merupakan kata serapan dari bahasa Belanda “Boom” yang berarti Pelabuhan. Sedangkan kata “wetan” diambil karena terletak di sebelah timur dari akhir daratan sungai Loji yang membatasi dengan kelurahan Krapyak. Sehingga, kelurahan yang berada di sebelah barat sungai Loji ini dinamakan kelurahan “Panjang Wetan”.
Kata wetan juga menjadi penanda bahwa dimungkinkan pernah ada lawan katanya yakni kulon. Di sebelah kulon/barat terdapat desa dengan Panjang pula sebagai namanya, namun kali ini namanya adalah Panjang Kulon. Sebetulnya desa ini masih wilayah Panjang Wetan.

Baca juga : Sejarah Asal-usul Kelurahan Kandang Panjang Kota Pekalongan
Namun, karena desa Panjang Kulon banyak penduduk pendatang, maka perolehan voting nama desa tersebut dimenangkan oleh pendatang. Sehingga, sekarang desa itu dinamakan Panjang Kulon, yang akhirnya menjadi Kandang Panjang. Mengapa disebut dengan Kandang Panjang ? Konon katanya, dahulu kala masyarakat setempat banyak yang menjual kandang ayam dan wilayahnya panjang.
Kembali pada kelurahan Panjang Wetan, lalu bagaimana dengan sejarah gang – gangnya ? Tentunya penamaan gang di kelurahan Panjang Wetan ini memiliki asal usul yang berbeda-beda.
Entah diambil dari keadaan alam yang tumbuh sebagai pesona daerah tersebut ataupun dari masyarakat yang mendudukinya.
Ada 15 gang di kelurahan Panjang Wetan, dimulai dari gang 1 yang menghubungkan Kandang Panjang, tepatnya di jalan raya depan makam ”Beji” sampai menuju ke selatan.
Dari gang 1 semakin ke selatan maka semakin tua pula angkanya. Berakhir di gang 15 sebelum gudang uyah/garam yang sekarang sudah dibongkar oleh para arsitek dan disulap menjadi perumahan elit “Jetayu Residen”.
Baca juga : Cagar Budaya : Tugu Mylpaal Pekalongan
Panjang Wetan memiliki kampung-kampung lawas yang telah ada sejak dulu. Dimulai dari Bugisan, kampung kecil yang tersembunyi dari mata lalu lalang kendaraan di jalan raya. Kampung ini terletak di sudut timur wilayah komplek rumah
tahanan.
Hanya berdiri satu gang saja dan tidak tembus ke ganggang yang lain kecuali dengan menggunakan getek(perahu tambang untuk menyeberangi sungai) karena wilayah ini dikelilingi oleh sungai. Kampung Bugisan ini ternyata memiliki kehidupan besar didalamnya.
Ada pabrik tekstil yang cukup besar, pabrik roti “ TUTI” yang telah ada sejak masa kolonial dan masih hidup hingga kini, Yang terakhir adalah perusahaan limun oriental yang menjadi legenda karena telah ada sejak masa kolonial.
Di tepi sungai Pekalongan sebelah selatan di masa dulu terdapat rumah hoofdjaksa Pekalongan. Dinamakan kampung Bugisan, sejarahnya adalah bermula dari hutan yang belum terdapat kehidupan. Setelah itu datanglah orang-orang dari suku Bugis Makassar ke hutan tersebut. Orang-orang Bugis itu kemudian tinggal dan menetap sampai dikaruniai anak hingga keturunanya tinggal di desa tersebut.

Tambah tahun kampung itu penghunianya kian banyak, maka muncul lah sedikit demi sedikit penduduk baru. Hingga kini, kampung Bugisan sudah padat penduduknya. Nama Bugisan sendiri diambil dari penghuni pertama hutan tersebut, yakni orang-orang Bugis Makassar, maka disebutlah kampung “Bugisan”
Di dalam kampung Bugisan sendiri dibagi menjadi tiga bagian RT(Rukun Tetangga), yakni RT bagian kulon (barat), RT bagian lor (utara), dan RT bagian wetan(timur) yang sering di juluki RT “Kebonan” karena dahulunya hanya wilayah kebon yang luas dan belum dihuni oleh penduduk.
Kampung Bugisan ini dari arah selatan berbatasan langsung dengan pabrik tekstil Karmatek dan Lojitek, serta dari sebelah utara berbatasan dengan sungai yang memisahkan kampung Bugisan dengan kelurahan Krapyak.
Berangkat dari sungai Loji ke kampung Bugisan, setelah penempatan gang-gang kelurahan Panjang Wetan dari 1 sampai 15, muncul gang-gang baru karena semakin bertambahnya penduduk yang disebut dengan Kampung Baru.
Di sebelah utara Kampung Baru terdapat gang Awal. Mulanya, gang Awal ini adalah bekas lontrong (semacam lorong jalan kecil). Semakin ke selatan dari kampung Baru terdapat gang yang bernama Umbul, nama ini diambil dari sumur Umbul yang berada di wilayah tersebut.
Berlanjut ke arah utara kelurahan Panjang Wetan, terdapat wilayah yang bernama Cikal Sari. Nama Cikal Sari tentunya tidak asing lagi di telinga masyarakat Pekalongan, karena kini Cikal Sari dijadikan nama dari rumah sakit paru-paru satu-satunya di kelurahan Panjang Wetan ini. Nama Cikal Sari sendiri terdiri dari dua kata, yakni kata “cikal” yang berarti pohon kelapa, dan “sari” yang berarti asri, sejuk, nan indah pemandanganya.
Selain Cikal Sari, ada juga kampung yang bernama Boyong Sari, Pisang Sari, dan Wonosari. “Boyong” berarti orang yang datang berbondongbondong, ”Pisang” berarti pohon pisang yang merajalela, dan “Wono” yang berarti daerah sepi.
Baca juga : Sejarah SMP N 13 Pekalongan (HOLLAND AMBACHTSHOOL)
Sedangkan nama “Sari” dibelakangnya merupakan gambaran bahwa daerah tersebut asri penuh kehijauan dan tampak indah dipandang mata. Entah kenapa, masyarakat kelurahan Panjang Wetan suka dengan yang sari-sari.
“Penamaan wilayah pada kelurahan Panjang Wetan ini kebanyakan diambil dari keadaan alam ataupun masyarakat yang mendudukinya pada saat pertama kali wilayah itu diberi nama”. Ada nama Blandong karena berada di sekitar tempat penyembelihan binatang. Kampung kerkop, nama ini jelas merujuk dari bahasa belanda Kierk Hoff yang berarti kuburan bagi orang yang beragama kristen.
Ada pula nama kampung Jayengan, dari namanya menunjukkan bahwa kampung ini merupakan wilayah kekuasaan seseorang yang mungkin bergelar jaya (menang) atau pula tempat yang berisi tentara yang sering menang perang. Dimungkinkan pula kampung ini dulu merupakan tanah milik sesorang yang memiliki nama “JAYA” atau bahkan mungkin milik Adipati Djayadiningrat.
Ujar pak Lebe, salah satu pegawai kantor kelurahan Panjang Wetan mengungkapkan bahwa di kelurahan ini terdapat banyak pula tradisi-tradisi yang unik. Jika Krapyak memiliki tradisi sywalan, kelurahan Panjang Wetan tidak kalah hebat dengan memiliki tradisi sedekah laut. Tradisi ini sudah
berlangsung sejak jaman dahulu.
Letak kelurahan Panjang Wetan yang berbatasan langsung dengan laut, menjadikan mayoritas penduduknya bermatapencaharian nelayan sehingga hasil panen ikan setiap harinya menentukan nasib hidup mereka. Hal inilah yang menjadikan masyarakat sadar akan rezeki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, dengan tradisi ini mereka berharap agar laut diberi keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tradisi ini dilakukan setahun sekali dengan melepaskan makanan dan hasil bumi ke laut “Ngeboum” atau istilah universalnya adalah memberi makanan kepada ikan-ikan agar berkembang biak dan menghasilkan kelimpahan kelak nanti.
Selain itu, masyarakat kelurahan Panjang Wetan memiliki tradisi unik yang lain, yakni membuat balon udara raksasa setiap tahunya. Pembuatan balon biasanya di lakukan di pertengahan bulan Ramadhan yang mana akan dilepaskan pada saat hari raya idul fitri, idul adha, dan syawalan tiba.
Masyarakat kelurahan Panjang Wetan memang dikenal ahli dalam membuat balon udara raksasa. Mungkin dari sinilah Tradisi Balon Udara di Pekalongan berkembang ke daerah lainnya seperti Buaran, Kuripan, Simbang dan sebagainya.
Baca juga : Sejarah Asal-usul Kelurahan Panjang Kota Pekalongan
Salam Cinta Pekalongan
Sumber : Mukhamad Bustomi Fajari, Ribut Achwandi – Mengungkap Asal-Usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan – KPAD Kota Pekalongan.