KOTOMONO.CO – Tipe-tipe Netizen dari Pekalongan ini kadang bikin mangkel di medsos, tapi tenang, ada cara buat menghadapinya.
Sejak aktif bermain media sosial (medsos), saya sering menjumpai netizen dengan berbagai macam watak. Terlebih ketika saya sudah mulai aktif menulis di media online, utamanya di media-media yang menjadi semacam “musuh” netizen di Indonesia. Saya sering diserang netizen. Tulisan saya di media online sering menjadi ajang pembunuhan karakter saya di medsos.
Kemudian yang saya lakukan adalah meladeninya. Tapi terkadang saya juga males buat meladeni komentar-komentar netizen tersebut. Dari segala netizen yang sering saya temui, netizen yang berasal dari Pekalongan lah yang menurut saya paling sulit dinetralisir layaknya orang kesurupan.
Sebab, tipe netizen Pekalongan ini beragam. Karena itu, untuk menghadapinya juga harus dengan cara-cara yang sistemik, efisien, dan efektif. Kadang-kadang kita juga harus menjadi orang yang sedikit kurang waras manakala berhadapan dengan netizen yang, kewarasannya patut dipertanyakan.
Untuk membuktikan bagaimana keragaman netizen Pekalongan, saya melakukan uji materiil, eh bukan, maksudnya analisis kecil-kecilan. Saya melakukan pengamatan di grup-grup Facebook yang amat rentan terjadi konflik horizontal di sana. Selain itu, saya juga mencoba membuka kolom komentar di beberapa akun-akun alter yang notabene sering digeruduk netizen Pekalongan. Hasilnya sebagai berikut.
Ngegas
Tipe netizen yang satu ini mungkin bukan khasnya netizen Pekalongan. Namun mau bagaimana lagi, wong netizen Pekalongan juga suka pada ngegas kok. Memang, dalam sebuah komentar kita nggak bisa mengetahui apakah orang itu sedang marah ketika mengetiknya, ataukah justru sedang bahagia karena baru saja gajian.
BACA JUGA: Gagalnya Pemberitaan Razia Pengamen dan PGOT
Walaupun begitu kita tetap bisa merasakan kalau orang itu ngegas atau nggak. Dari kalimat-kalimat komentarnya, kalau dia ngegas itu sudah jelas. Menggunakan kata-kata kotor dan hurufnya kapital semua adalah salah dua ciri-ciri orang itu sedang ngegas.
Ngegas itu boleh. Bahkan di keadaan tertentu ngegas itu mutlak. Misalnya, kita pengin pendapat kita tak ada yang membantah. Nah di situ ngegas dibutuhkan. Saya pernah tuh ketemu orang yang baru didatangi saja sudah ngegas. Padahal saya cuma mau bicara “baik-baik”.
Itu juga sering dilakukan netizen Pekalongan. Dan ya, itu sah-sah saja. Tinggal kita cari strategi untuk menghadapi orang seperti ini.
Caranya, anda bisa ikutan ngegas kok. Dengan catatan, ada orang lain yang mulai duluan. Sama-sama ngegas kan enak. Ibarat balapan motor, itu kalau yang satu ngegas, yang lain juga harus ngegas. Jika tidak, yang nggak ngegas bakalan kalah.
Nah, kalau begitu kan enak. Komentar makin berisik, perdebatan juga makin panjang karena sama-sama ngegas. Dengan begitu, netizen Pekalongan pun memberi sumbangsih untuk mempertahankan gelar netizen Indonesia sebagai netizen paling bar-bar di dunia.
Sok Mengenalkan Diri Sendiri
Selama saya mengembara di grup-grup Facebook dan menyatroni kolom komentar di beberapa akun di Instagram, saya ketemu netizen Pekalongan tipe ini. Ya, orangnya sok asyik mengenalkan dirinya sendiri. Padahal nggak ada yang nanya.
BACA JUGA: Memaklumi Biaya Penanganan Rob Pekalongan yang Sampai Triliunan
Jika anda kurang yakin, bisa cek sendiri ke grup-grup Facebook atau kolom komentar beberapa akun Instagram. Saya nggak usah nyebut akun apa deh, toh anda juga sudah tahu, kan? Iya, kan? Iya lah! Iya dong!
Niscaya anda bakal menemukan netizen Pekalongan yang mengaku seorang pilot, anak pilot, anak polisi, temannya ABRI, sahabatnya Kepala Dinas, sampai anaknya Pak RT. Kalau saya sih sering nemu netizen yang ngaku kenal atau anaknya polisi maupun ABRI, dan orang-orang yang mengaku berteman baik dengan para Kepala Dinas.
Netizen yang begini kerap muncul ketika sedang membahas mengenai kebijakan pemerintah daerah. Atau tengah membahas sesuatu yang hanya kalangan tertentu saja yang tahu.
Cara menghadapi netizen yang begini lebih sulit dari tipe netizen sebelumnya. Jika kita membantah pengakuan netizen tersebut, sudah bisa dipastikan dia akan marah. Apalagi kalau netizen itu memang sesuai dengan apa yang diakuinya sendiri.
Hal itu bertambah sulit bila netizen tersebut mengaku sebagai orang terdekat atau bahkan bagian dari lembaga yang memang mendalami sesuatu yang sedang dibahas. Jadi, seolah-olah cuma dia yang tahu, sedangkan netizen lainnya nggak.
BACA JUGA: Menyambut Baik Dewas Batik TV yang Surprise Banget!
Maka, yang bisa dilakukan cuma satu: mendiamkannya. Ya didiamkan saja. Makanan kalau didiamkan lama-lama basi, nah kalau netizen didiamkan lama-lama akan……(silakan diisi sendiri). Itu lebih baik ketimbang kita yang minum spiritus karena netizen yang beginian.
Ahli Agama
Menurut saya tempat yang menelurkan ahli agama paling cepat abad ini adalah media sosial. Pondok pesantren kalah, wong seorang santri itu harus belajar bertahun-tahun baru bisa jadi ahli agama kok. Dan medsos sukses menghasilkan lulusan ahli agama yang “sufistik”, tanpa gelar dan embel-embel duniawi apapun.
Di antaranya adalah netizen Pekalongan. Saya pernah menemui mereka di kolom-kolom komentar di grup-grup Facebook maupun akun-akun Instagram. Ketika sebuah postingan muncul dan pembahasannya sampai ke ranah agama, netizen yang begini pun ikutan muncul.
Jika sudah begitu, mereka ini bagaikan nabi yang diutus oleh Tuhan. Wajar saja, kalau mereka sering menstempel diri sebagai paling benar, sedangkan yang lain ibarat domba-domba yang tersesat.
BACA JUGA: Jalan Hayam Wuruk Bakal Dua Arah Lagi, Ide Brilian tapi Nanggung Ala Pemkot Pekalongan
Sebagai domba yang tersesat, tentu alangkah baiknya manut saja dengan netizen ahli agama tersebut. Sebab, kalau nggak manut bakalan dituduh sebagai orang yang menghalang-halangi dakwah. Dan menghalangi berdakwah maka dia adalah musuh Tuhan. Nauzubillah…
Menyerang Fisik atau Personal
Ini adalah tipe netizen Pekalongan yang, seingat saya, paling sering saya temui di medsos. Apa pun pembahasannya, menyerang personal atau fisik adalah jalan ninja yang ditempuh. Meski hal itu kadang bikin ngakak.
Alih-alih tersinggung, bisa jadi orang yang diserang personalnya di medsos justru malah ketawa sambil mbatin “Iki wong kok goblok banget” (Ini orang kok bodoh sekali). Setelah melakukan analisis yang cukup mendalam dan proposional, ada dua dugaan alasan kenapa seseorang menyerang fisik atau personal.
BACA JUGA: Bagaimana Media Lokal Berbasis Akun Alter Menulis Berita Kekerasan Seksual dengan Buruk?
Pertama, mereka yang kehabisan argumen untuk membalas argumen netizen lainnya. Maka menyerang fisik atau personal adalah kunci agar tidak dipermalukan di medsos, sekaligus membunuh karakter si empunya argumen.
Akan tetapi, kita juga perlu mengapresiasi netizen semacam ini. Setidaknya, berkat mereka kita diajak untuk mengingat sejarah dengan mencoba untuk kembali ke zaman megalitikum.
Kedua, memang nggak becus berargumen. Lha mau gimana lagi? Orang nggak bisa berargumen ya jalan keluarnya cuma nyerang personal. Tentu biar nggak kelihatan gobloknya. Eh.
Cara menghadapi netizen seperti ini gampang banget. Tinggal bersyukur saja. Bersyukur karena tidak termasuk bagian dari mereka.
BACA JUGA Tulisan-tulisan menarik Muhammad Arsyad lainnya.