KOTOMONO.CO – Beberapa waktu lalu, saya sempat memosting tulisan tentang alasan keberpihakan saya kepada drama Korea dibanding sinetron lokal. Tanggapan yang muncul pun beraneka macam. Ada yang sependapat dengan saya, dan ada pula yang membantah jika sinetron lokal juga punya banyak nilai plus-nya.
Saya fine-fine saja dengan respon mereka. Namanya juga berpendapat, pro-kontra adalah sebuah keniscayaan. Namun dari sekian komentar tersebut, ada satu yang paling menarik perhatian saya.
Alih-alih memilih antara drama Korea atau sinetron lokal, teman saya yang satu ini justru angkat tangan dari keduanya. Baginya, tontonan kartun justru lebih baik. Sinetron dan drakor nggak ada menariknya dibanding kartun anak-anak.
Awalnya saya agak kaget karena pernyataan ini muncul dari seorang wanita yang sudah cukup dewasa. Nggak bermaksud nge-judge selera orang ya. Hanya saja saya berpikir demikian karena teman saya itu tak sedikit pun tampak gandrung kartun.
Keterusterangan teman saya ini sedikit membuka mata saya. Ternyata banyak juga orang di sekitar saya yang masih doyan nonton kartun anak-anak sekalipun dia sudah berumur. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya ini adalah sebuah sekte yang sudah ada sejak lama namun selalu terabaikan lho. Seperti teman saya itu, dia memilih bungkam dan diam atas kegemarannya tadi.
BACA JUGA: Stop Memandang Sebelah Mata, Mantan Narapidana juga Manusia
Jika biasanya didalam obrolan makan sekelompok orang akan membahas tontonan yang mereka sukai, teman saya ini justru kebingungan dan condong cari aman. Secara, nggak mungkin dia mendadak membuka obrolan seputar pintarnya Ismail bin Mail (teman Upin Ipin) pandai mencari uang dengan berdagang sejak dini.
Kalau dia berterus terang dan ketahuan menyukai kartun pun seringnya akan dianggap aneh bahkan bisa dicap kelainan. Padahal, bisa dibilang sekte yang satu ini adalah tipe penonton yang bijaksana dan sudah sepatutnya kita menghargai mereka setinggi-tingginya. Sepakat nggak? Oke, akan saya ulas terlebih dahulu.
Alasan sekte ini bijaksana kesatu: menciptakan kedamaian rumah
Nggak dimungkiri lagi, selain sebagai hiburan, TV juga kerap memicu keributan dalam keluarga. Sebut saja antar anak yang saling berebut mau menonton acara favorit. Bayangkan, jika satu rumah hanya memiliki satu TV sementara anggota keluarga terdiri dari empat orang saja (penganut program KB pemerintah), dua orang di antaranya mempunyai acara kesukaan yang tayang di jam yang sama, pasti sudah muncul percikan api perselisihan.
BACA JUGA: Soal Rivalitas Kehidupan yang Kalau Dipikir Itu Mending Lucu
Hal ini biasanya terjadi pada anak yang usianya belum cukup matang untuk memahami satu sama lain. Seperti antar kakak beradik usia TK dengan SMA. Si kecil mau nonton kartun, dan yang besar udah bosan mantengin kartun sejak kecil. Rebutan remote pun tak terelakkan. Berbeda ceritanya jika si besar adalah orang dewasa yang gemar nonton kartun. Dijamin nggak akan ada drama saling lempar bantal karena gagal nonton acara kesukaannya. Rumah bakal menjadi lebih tentram dan sentosa lantaran keduanya kompak memilih tontonan yang sama.
Alasan sekte ini bijaksana kedua: langkah kecil menjaga kewarasan
Mari kita akui bersama jika beberapa tontonan drama, film, ataupun sinetron kerap memecah belah penontonnya menjadi beberapa kubu. Misalnya, (lagi-lagi) drama Korea ‘Start Up‘ yang doyan memercik konflik horizontal antar tim Han Ji-pyeong dan tim Nam Do-san. Mulai dari debat online sampai diskusi serius di kedai kopi bisa tercipta.
Jangan lupakan juga pengakuan beberapa artis dan aktor Indonesia yang mendapatkan perlakuan nggak menyenangkan dari beberapa haters sebab lakon yang meraka perankan. Jika ditarik garis besar, menonton drama membikin kita terlalu mendewakan atau punya dendam kesumat dengan tokoh.
Penonton kartun nggak akan sebegitu gilanya dengan tokoh. Dubber karakter Fizi yang mulutnya comel minta ampun juga nggak akan mendadak dijitak kepalanya oleh orang yang nggak dikenal saat ngantre beli makanan. Pun ketika Upin Ipin akhirnya tumbuh rambut, penontonnya nggak sampai bikin slametan macam ibu-ibu di kampungnya Mas Agus Mulyadi yang bikin syukuran atas rujuknya Andin-Aldebaran.
Apa karna tumbuh rambutnya cuma dalam mimpi? Tapi, tetap saja nggak ada orang yang mau potong rambut ala Upin sedangkan banyak sekali yang menginginkan rambut model Andin. Haishh parah..
BACA JUGA: Kiat Menjadi Humanis Berdasarkan Drakor Hospital Playlist
Setiap menonton kartun, kita selalu sadar bahwa tontonan yang sedang disaksikan hanyalah fiktif belaka. Tontonan yang menghibur dengan pilihan tema ringan, dan mengandung edukasi menjadi nilai tambah sekalipun sebenarnya untuk usia anak-anak (walaupun beberapa ada animasi yang hanya bisa dipahami orang dewasa). Alih-alih menyajikan drama rumah tangga yang berkonflik yang tiada henti, kartun justru menawarkan kedamaian.
Hidup kan sudah ribet, masak iya soal hiburan pun jadi persoalan? Dan parahnya lagi kitanya saling cibir dengan kegemaran masing-masing? Ah yo ra asyik Lur.