KOTOMONO.CO – Setelah kejar target, diperkuat Trabtib kelurahan, angka Covid-19 pun turun. Saya harus berterimakasih kepada Lampu Penerangan (LPJ) Jalan yang dimatikan.
Saat pemberlakuan PPKM Darurat yang kemudian dilanjut dengan PPKM Level 3 dan level 4 hingga 2 Agustus 2021 nanti. Pemkot Pekalongan featuring Satgas Covid-19 mengejar target meningkatkan jumlah pengetesan Covid-19, baik itu tes swab, PCR maupun Antigen hingga 600 tes tiap hari.
Pelaksanaan tes Covid-19 itu dilakukan di tiap-tiap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang ada, penelusuran kontak erat (tracing), maupun tes secara acak dalam berbagai kesempatan di berbagai lokasi, termasuk saat kegiatan operasi yustisi yang digelar setiap malam yang difokuskan di Posko Monumen Djuang.
Katanya sih, dengan meningkatnya jumlah tes, diharapkan dapat diketahui sejauh mana laju penyebaran Covid-19 di masyarakat. Angka positivity rate (angka persentase jumlah kasus positif dibanding dengan jumlah orang yang menjalani tes atau pemeriksaan) Kota Pekalongan di angka 11,7%. Dengan angka tersebut, Kota Pekalongan termasuk masih sangat tinggi. Mudah-mudahan bisa menekan, begitu harapan Pak Aaf pada 23 Juli 2021 lalu.
Harapan Pak Aaf pun seolah diijabah oleh Sang Khalik. 28 Juli 2021 muncul berita di beberapa kanal media, salah satunya situs resmi Pemkot yang mengabarkan Tren Kasus Covid-19 di Kota Pekalongan Alami Penurunan.
BACA JUGA: Prestasi Pemkot Pekalongan dalam Sebulan ini
Khusus hasil testing swab antigen secara massal di kawasan Monumen Juang Kota Pekalongan terhadap orang-orang yang terjaring razia. Dari hasil pantauan di lapangan dan pengambilan sampel pengetesan, hanya 1,6 persen sampel warga yang menunjukkan hasil reaktif. Alhamdulillah sekali ya cuma dikit.
Hal itu diklaim sebagai indikator baik karena sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan, hampir semua warga yang terjaring hasilnya non reaktif (negatif). Sebagai contoh dari 191 yang di test hasilnya negatif semua, hari sebelumnya ada 300 orang yang di test, hanya ada 5 yang reaktif.
Tentu hasil ini bukanlah hasil instan dengan simsalabim jadi apa prok…prok…prok eh langsung turun, melainkan dengan usaha super keras dan strategi yang brilian. Sebab di lapangan banyak sekali dinamika yang muncul saat pemberlakuan PPKM Darurat berlangsung, terutama pada jam-jam malam yang rupanya mendapat protes keras dari pedagang kaki lima yang baru buka lapak dari sore hari.
Namun, protes itu hanya angin belaka, sebab menurut pendapat saya pribadi, petugas seakan tidak peduli, pokoknya peraturan harus ditegakkan demi keselamatan orang banyak. Siapapun membandel angkut saja ke truk untuk di swab, yang positif langsung “kandangin” ke posko isoman terpusat.
Saya betul-betul berharap klaim penurunan yang berindikator pada laporan harian dan kumulatif itu benar-benar sesuai dengan fakta di lapangan. Sebab dari pengetahuan saya di akar rumput, masih banyak warga yang memilih untuk tidak melaporkan diri atau sanak keluarganya yang terpapar Covid-19 ini ke puskesmas atau satgas di tingkat kelurahan. Nah yang begini yang tidak terjangkau oleh tim data Covid-19.
Kemarin almarhumah ibu saya, sewaktu belum meninggal sempat melakukan tes swab di RSUD Bendan, setelah 3 hari berlalu pun datanya tidak masuk di satgas. Di situ saya tidak ingin mengatakan bahwa ada unsur kesengajaan agar seolah-olah kasus positif tidak tambah meningkat. Sinkronisasi data itu PR yang merepotkan bagi birokrasi. Yoweslah, saya rasa itu belum masuk aja, dan mudah-mudahan tidak mempengaruhi klaim itu.
BACA JUGA: Kata Siapa Pengurusan Jenazah Covid-19 Tak Sesuai Syariat?
Tidak banyak yang tahu kalau penurunan kasus covid-19 di Kota Batik ini tidak luput dari peran penting Trantib di tingkat kelurahan. Ibarat tentara mereka ini yang paling terdepan yang siap mengobrak-abrik pertahanan lawan. Sebab para trantib ini dinilai memiliki kedekatan kepada warga setempat di lingkungan masing-masing sehingga bisa dengan mudah untuk turut melakukan edukasi, sosialisasi dan pengawasan penerapan PPKM di tingkat kelurahan.
Saya sepakat dengan posisi strategis itu di tengah masyarakat, mereka ini wonge dhewe yang tahu kondisi dan info terkini terkait berita Covid-19 di tempat tugasnya. Tetapi soal kontribusi penurunan Covid-19 apalagi penegakan PPKM ini saya kurang sepakat. Sebab di masyarakat banyak yang tidak patuh tetapi tidak ada tindakan dari mereka.
Mosok sih mereka mau melarang orang berjamaah di musala dan masjid, ngoprak-ngoprak tetangga yang buka warung untuk tidak makan ditempat, menutup konveksi jahitan, nutup pranggok sablonan sampai mbubarke acara walimah?
Ya mungkin saja tugas mereka itu benar-benar berkontribusi dalam upaya penurunan ini meski realita sangat sulit menerima hal tersebut. Lain lagi dengan Satpol-PP, Polisi dan TNI yang tiap siang selalu giat berpatroli demi dengan penegakan aturan PPKM, mereka bener-bener menutup toko yang melanggar aturan.
BACA JUGA: Mendengar Keluhan Pedagang Kecil di Tengah Peliknya Aturan PPKM
Apalagi kalau malam hari, mereka seolah selalu garang dalam upaya pembubaran warung dan tidak hanya itu, warga yang masih berkeliaran juga diangkut kedalam truk untuk diswab antigen. Nah ini yang bikin warga berpikir dua kali jika ingin melanggar prokes dan PPKM.
Bukan hanya itu sih, klaim kesuksesan menekan laju Covid-19 ini selain karena masifnya upaya 3T yakni pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) kepada masyarakat, juga antusias masyarakat yang semakin tinggi untuk mengikuti vaksinasi yang difasilitasi baik dari Pemkot Pekalongan, TNI, maupun Polri.
Dari semua upaya-upaya diatas, yang paling masuk akal saya adalah strategi Lampu Penerangan Jalan (LPJ). Kenapa? sebab dalam PPKM ini banyak LPJ dijalan strategis dan tempat umum yang dimatikan. Apa hubungannya?
Begini, saya yakin tujuan dimatikannya lampu tersebut oleh aparat pasti untuk kebaikan bersama, bukan untuk menghemat pengeluaran negara apalagi memberikan ruang kepada penjahat untuk beraksi. Coba kita berfikir saja pakai logika akal sehat. Jika lampu jalan dimatikan, kita harusnya paham, tidak boleh keluar-keluar sembarangan, jika tidak perlu-perlu amat ya biar di rumah saja.
Nah apa enggak memberi peluang tindak kriminal? Lah, udah tau lampu dimatiin, jalanan gelap ngapain ngelayap? Justru yang berpikir bakalan memicu tindak kriminal itu sendiri adalah orang yang punya niatan jahat. Orang baik ya nggak bakal mikir sampai itu. Betul kan?
BACA JUGA: Menikmati Kenglangutan di Jalur Pantura Saat PPKM Darurat
Selain itu, tujuannya sih supaya gampang memantau mobilitas masyarakat. Nggak tanggung-tanggung, mantaunya pakai satelit lho. Kan kalau gelap satelitnya gampang memindai pergerakan cahaya dijalan-jalan yang lampunya dimatiin dengan begitu kan bakal dengan mudah ketahuan daerah mana yang bener-bener mobilitasnya rendah mana yang tinggi. Kalau yang tinggi artinya banyak warga yang kluyuran. Canggih bingit wes.
Ya kalau ada orang-orang yang masih kluyuran anggap saja kepekso pingin jalan-jalan mencari angin sebentar, kalo kelamaan ya biar ditangkep petugas. Pokoknya terima kasih Lampu Penerangan Jalan, tanpa jasa mu PPKM ini bagaikan es teh dalam plastik yang lupa diminum, anyep!