KOTOMONO.CO – Sebuah tayangan televisi menampilkan sesi wawancara seorang bajingan kelas kakap. Ketika ia ditanya pembawa acara tentang mengapa memilih menjadi bajingan, ia menjawab:
“Dunia sudah terlalu banyak orang baik. Sampai-sampai, orang berebut mengantre agar disebut sebagai orang baik. Ada yang tak sabar mengantre. Akhirnya, ia memilih mengecer kebaikannya di pinggiran jalan. Ada yang memilih mengobral kebaikannya di podium-podium. Semua cara dilakukan. Hanya agar disebut sebagai orang baik. Ya, seperti itu.”
Sebentar tatapan bintang tamu ini menerawang ke arah langit-langit studio. Seperti ada sesuatu yang sedang ia tata dalam pikirannya. Mungkin, ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk disusun. Mungkin, ia sedang menyiapkan kejutan.
Belum keluar gerbong kata-kata dari mulut sang bintang tamu, si pemandu acara menyela. Ia bertanya, “Apakah itu salah, menurut Anda?”
“Maksudnya?”
“Maksudnya, perbuatan semacam itu apakah salah?”
Sang bintang tamu ini tersenyum. Lalu pelan ia mulai meluncurkan jawaban atas pertanyaan itu. Dia katakan, “Oh, saya tidak punya hak untuk menyalahkan siapapun. Sebab, sudah terlalu banyak yang memandang bahwa pilhan hidup saya itu salah. Termasuk Anda, barangkali….”
Pemandu acara talkshow itu tersenyum. Tak bisa menimpal.
“Seseorang yang sudah dianggap salah, akan menjadi lucu kalau ia dibolehkan mempersalahkan orang lain. Saya kira, pertanyaan Anda kurang tepat jika diajukan kepada saya. Saya malah khawatir, jika dengan pertanyaan Anda itu, justru Anda yang akan jadi bulan-bulanan pemirsa. Sebab, bisa jadi akan ada banyak orang beranggapan, Anda telah melakukan hal bodoh karena mempersilakan seorang bajingan untuk memberi penilaian,” lanjut bintang tamu yang belakangan aku ketahui bernama Nekora.
Pemandu acara talkshow itu terdiam. Kata-kata Nekora mengunci pikiran pemandu acara itu. Ada perasaan bersalah yang tak diungkapnya.
Tanpa memperhatikan apa yang dilakukan pemandu acara itu, Nekora terus saja nerocos. “Sekarang, orang lebih mudah mengomentari apa saja. Termasuk mengomentari yang tidak ia ketahui. Apakah itu salah? Sekali lagi, saya tidak bisa mengatakan itu sebagai kesalahan. Tetapi, itu adalah kehendak zaman. Dan kembali pada pertanyaan awal, mengapa saya memilih jalan hidup seperti sekarang ini? Itu karena saya merasa dunia mesti seimbang. Tidak bisa semua baik. Sesuatu yang baik itu ada karena ada yang buruk. Ada yang jahat. Orang-orang baik, sebenarnya membutuhkan kehadiran orang-orang jahat. Agar, ia sempurna menjalankan kebaikannya. Jika banyak orang berebut kebaikan, maka saya dan beberapa teman saya memilih untuk berebut yang buruk. Kami tidak ingin mengotori kebaikan. Sebaliknya, kami justru ingin agar kebaikan itu muncul ke permukaan bukan karena polesan-polesan atau sesuatu yang absurd,” jelasnya.
“Wow! Ini… ini sungguh di luar dugaan. Saya pikir, Anda sekadar…,” sergah pemandu acara kondang itu. Namun, buru-buru terpotong.
“Sebentar, Anda jangan buru-buru menyimpulkan. Biarlah saya dan teman-teman saya ini memainkan peran kami secara sempurna. Panggung kehidupan ini mesti terus bergulir. Agar orang-orang menemukan kesadaran sejatinya. Bukan kesadaran yang dibuat-buat,” seloroh sang bintang tamu.
“Oke… tapi, sebelum dilanjutkan, kita akan break sejenak untuk mengikuti kejahatan-kejahatan apa yang akan muncul berikut ini. Tetap bersama kami!” potong pemandu acara jelang iklan.
Pet! Seketika listrik mati! Ah, sial!
[button color=”blue” size=”small” link=”https://kotomono.co/cerita-mini-berseri-chapter-9-negeri-para-bajingan” icon=”” target=”false”]Chapter 9[/button]