KOTOMONO.CO – Dunia ini bukan medan pertempuran antara baik dan jahat. Bukan. Ia menjadi hamparan terbuka bagi keduanya untuk hadir bersamaan. Jangan heran, jika pada akhirnya keduanya itu hadir secara tersamar. Ada kebaikan yang tampak jahat. Ada kejahatan yang tampak baik. Lalu, di mana yang benar-benar jahat dan yang benar-benar baik?
Kata orang suci yang pernah aku temui, namanya Sabim, “Kejahatan yang benar-benar jahat itu tidak akan tampak ke permukaan. Ia tersembunyi di balik tampilan yang baik. Dan kebaikan yang benar-benar baik tidak akan pernah muncul ke permukaan, sebab ia tidak ingin diketahui. Ia takut jika apa yang baik itu menjadi berpamrih.”
“Kalau begitu, kejatahanlah yang sesungguhnya berkuasa atas dunia ini?” sergahku.
“Kejahatan tidak pernah berkuasa. Ia hanya menyelimuti kebaikan-kebaikan. Sebab, alam semesta ini sesungguhnya baik. Sedang, kebaikan-kebaikan yang dilakukan manusia, memiliki kecenderungan yang berbeda-beda,” jawab Sabim.
Aku berpikir keras. Berusaha mencerna kata-kata Sabim. Sulit aku mengerti. Apa memang begitu tipikal orang suci? Kata-katanya menjadi sulit dimengerti. Berputar-putar. Tidak langsung pada persoalan. Terkesan malah memberi petanyaan baru. Bukan jawaban. Ah, atau mungkin karena aku hanya seorang bajingan, sehingga sulit bisa menangkap maksud kata-katanya?
Aku jadi ingat kata-kata Iblis, ketika ia berpidato di lapangan kampus dalam upacara Dies Natalis Universitas Kejahatan. Ia bilang, “Kebaikan itu sulit dipelajari. Tetapi, kejahatan mudah dipraktikkan. Tidak harus menjadi seorang penjahat, kejahatan itu bisa dilakukan kapan pun. Di mana pun! Bahkan, kejahatan bisa dilaksanakan dengan tindakan yang dianggap sebagai kebaikan. Ini artinya apa? Ini artinya, bahwa antara kejahatan dan kebaikan itu beda tipis.”
Teringat pula kata Pak Sunikeng, dosen mata kuliah Teori Bajingan, “Kejahatan itu bukan untuk dikalahkan. Tetapi, kejahatan itu hadir untuk menyempurnakan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang. Maka, orang-orang baik itu mestinya bersyukur, karena mereka telah diberi kesempatan untuk menyempurnakan kebaikan mereka dengan hadirnya kejahatan di muka bumi ini.
Kejahatan mestinya bukan alasan mereka untuk berbuat baik, sehingga berusaha menumpas kejahatan. Tidak demikian mestinya. Akan tetapi, kejahatan itu mesti menjadi motivasi bagi mereka agar menjadi orang yang bersedia menyempurnakan kebaikannya. Kalau orang berbuat baik karena ingin mengalahkan kejahatan, lalu apa bedanya dengan kejahatan? Sebab, dasar dari usaha untuk mengalahkan adalah nafsu. Bukan kemurnian.”
Hm, rasanya catatan-catatan untuk hari ini aku cukupkan. Masih ada banyak catatan lain yang akan aku tuliskan dalam buku harian seorang bajingan. Sejenak, ingatanku terbawa pada sebuah peristiwa. Ketika Ayah berbisik padaku, “Catatlah semua kejahatan yang pernah kau lakukan. Tetapi, sembunyikan kebaikan yang pernah kau buat. Jangan sampai orang tahu bahwa kau pernah melakukan kebaikan, sekalipun itu hanya sekali dalam hidupmu, Nak.”
Mula-mula aku tak mengerti. Tetapi, aku mengerti sekarang. Bahwa menjadi bajingan itu pilihan yang jauh lebih baik daripada menjadi orang baik. Sebab, orang baik bisa jadi akan menjadi jahat. Orang jahat mungkin selamanya akan jahat, mungkin pula ia kelak akan menjadi orang baik. Tetapi, bukan menjadi orang jahat atau orang baik tujuannya. Sebab, ada tujuan yang lebih penting dari urusan baik dan jahat.
[button color=”blue” size=”small” link=”https://kotomono.co/cerita-mini-berseri-chapter-10-negeri-para-bajingan/” icon=”” target=”false”]Chapter 10[/button]