KOTOMONO.CO – Umumnya lembaga itu pasti ada bagian yang mengurusi hubungan baik dengan masyarakat. Presiden, DPR, dan KPK ada jubirnya. Perusahaan ada publik relation-nya. Organisasi dengan Sie Humas-nya. Sampai Pemda dengan humas, protokoler, dan Dinas Komunikasi dan Informatika-nya. Maka seyogyanya Pemkot Pekalongan juga sudah pasti punya humas, tim protokoler, sampai Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo).
Dan iya, Pemkot Pekalongan memang punya perangkat-perangkat yang begituan. Apalagi buat satu saja bagiannya banyak banget. Saya ambil contoh Dinkominfo deh. Di Dinkominfo Kota Pekalongan punya yang namanya Radio Kota Batik (RKB), Batik TV, dan Dinkominfo itu sendiri. Itu belum termasuk akun-akun Instagram, kanal wadul di WhatsApp, aplikasi Pekalongan SmartCity, plus tentu saja media mainstream yang dibribik Pemkot.
Tentu dengan kelengkapan semacam itu, menyalurkan informasi sekaligus aspirasi bukanlah persoalan. Pemkot pasti dengan mudah menyampaikan informasi kebijakannya ke masyarakat. Begitu pula sebaliknya, masyarakat menyampaikan keluhannya ke media sosial Pemkot. Maka ketika muncul informasi kebijakan Pemkot yang tak sampai ke warga seolah meruntuhkan perangkat public relations yang telah dibangun sedemikian rupa.
Dalam sebuah pertemuan warga RT 05 RW 04, Kelurahan Bendan Kergon ditemukan fakta di lapangan bahwa banyak informasi mengenai kebijakan Pemkot Pekalongan yang nggak sampai ke warga. Pun soal usulan warga yang tak jua direalisasikan. Hal itu mungkin sebagian kecil saja, toh jika ditelusuri tentu masih banyak warga yang merasa demikian.
Di kampung saya saja, masih banyak warga yang buta dengan kebijakan Pemkot Pekalongan. Orang-orang yang tahu kebijakan Pemkot hanya kaum elitis. Dan sssttt.. mereka-mereka ini kenalannya atau yang ngaku kenalannya Pak Walikota. Ha wajar saja tahu semua. Nah sisanya cuma ngerti kalau mau vaksin ya bisa ke puskesmas atau Mapolres.
BACA JUGA: Masalah di Pekalongan Bakal Selesai Kalau Avengers Jadi Warganya
Lalu apakah yang kayak gitu masalah? Nggak lah. Nggak mungkin, bosque. Warga-warga yang ngaku nggak tahu informasi kebijakan Pemkot boleh jadi kurang update saja. Ha maklum, semua kebijakan Pemkot itu disampaikan di media je. Kalau Pemkot ketemu warga ya mending buat bakti sosial, peresmian gedung, ngapain mesti jelasin kebijakan?
Semua kebijakan sudah bisa didengarkan di RKB, ditonton di Batik TV, dan dibaca di media mainstream. Kurang apa coba? Warga itu kalau mau tahu kebijakan Pemkot Pekalongan ya dengerin dong RKB atau tonton Batik TV (ehm… ini saya promoin gratis lho, masa nggak mau diajak siaran atau syuting gitu?).
Warga itu terlalu banyak ngadain acara rembuk-rembuk. Ada musrenbang kelurahan, kecamatan, kota. Belum lagi rapat RT, rapat RW, rapat OSIS. Ah, banyak banget. Kayak usulannya didenger aja!
Eh, emang didenger sih kayaknya. Iya, DIDENGER. Cuma ya itu bakal langsung direalisasikan dengan kalimat “aspirasi kami tampung”. Catat: KAMI TAMPUNG.
Hei para warga! Usulan-usulan kelean itu sudah ditampung Pemkot lho. Nah, kalau mau ngikuti perkembangan informasinya lewat kanal-kanal di atas. Hah? Nggak pernah dengerin RKB? Batik TV nggak nyaut ke TV antum? Nggak punya Instagram? Nggak tahu caranya buka website pemkot?
Ngenes banget yak. Di zaman yang serba teknologi ini masa nggak bisa kayak gituan? Wajar jika informasi kebijakan Pemkot nggak sampai ke warga. Itu yang salah bukan Pemkot. Warganya saja yang gaptek.
BACA JUGA: Kanal Wadul Aladin dan Aplikasi Pekalongan Smart City yang Mbuh
Padahal Pemkot sudah menyediakan semua kanal informasi di media apa saja. Harusnya warga tinggal comot saja informasi dari media-media tersebut, bukan malah bikin forum-forum diskusi alias rembak-rembuk. Forum rembuk-rembuk ini biar zamannya Sukarni dan mahasiswa saja, warga cukup fokus cari penghidupan.
Jika informasi kebijakan Pemkot Pekalongan nggak sampai ke warga ya wajar saja, hla wong mungkin warganya lebih memilih rembuk-rembuk daripada dengerin radio, nonton Batik TV, atau sekadar buka IG-nya Pemkot. Coba saja kalau dengerin RKB atau nonton Batik TV, pasti nggak bakal bilang kebijakan Pemkot nggak sampai ke warga. Yaqin Po’o.
Iya gimana lagi, kanal-kanal itu kan memang dibuat khusus menyampaikan kebijakan Pemkot. Warga kalau sudah kumpul nggak usah bahas kebijakan-kebijakan Pemkot segala, cukup pas acara maulidan.
Hei warga! Sampeyan semua kan sudah mumet mikirin cicilan motor, kredit pinjol, bayar kontrakan, bayar listrik, bayar PDAM, cicilan mobil, cicilan KPR, bayar UKT, kok mau-maunya mikirin kebijakan Pemkot segala?
BACA JUGA: Soal Membangun Area Wisata, Kota Lain Perlu Belajar dari Pemkot Pekalongan
Kalau mau tahu informasi kebijakan Pemkot, cari sendiri dong! Jangan manja! Semua sudah tersedia kok. Nggak perlu sampai minta para pejabat sampai pak walikotanya turun ke lapangan segala. Ingat kawan, sebelum naik tahta kan doi sering datang tiba-tiba, hla mosok buat diminta informasi saja harus diundang?
Selain memang seharusnya Pemkot datang dengan sendirinya tanpa diundang, dia sudah tahu kalau banyak masyarakat yang butuh informasi kebijakan. Maka dibuatlah kanal-kanal itu tadi. Biar apa? Ya biar membantu menyampaikan. Karena kalau sampai walikota sendiri yang menyampaikan repot. Belio kan pasti sibuk. Ngurusi soal begituan mana sempat.
Sebagai warga yang begitu tulus mencintai Kota Pekalongan dan keruwetannya, percaya pada Pemkot tentu. Dari rasa itu saya pengin Pemkot bisa bekerja maksimal. Oleh sebab itu, tenaga Pemkot mesti dihemat dan nggak boleh sampai mengkis-mengkis.
Nggak kebayang kalau jajaran Pemkot sampai datang ke acara ngobrol bareng di kecamatan-kecamatan, di kelurahan-kelurahan, di RW-RW, di RT-RT, bahkan di rumah-rumah hanya buat menyampaikan “Kie lho, Pasar Banjarsari wes dadi” hla yo mesakne. Kasihan. Kalau sampai gitu, konyol bin goblok sih.
BACA JUGA: Sudah Saatnya Pemkot Pekalongan Punya Buzzer
Kalau sesekali tiada soal, lha kalau keterusan? Pengin walikotane diopname nang RSUD Bendan po piye? Untunglah ada kanal-kanal tadi yang membantu Pemkot menyampaikan kebijakan kendati sekadar informatif. Kuncinya, klean harus melek informasi.
Kalau mbah-mbah, sepuh pinisepuh, bapak-ibu, kakek-nenek, eyang kakung-eyang putri gimana? Yhaaa barangkali harus nunggu agak lama. Sebab Kota Pekalongan baru mau ngejar predikat Kota Layak Remaja, belum Kota Layak Manula.
Cemungut eaaa~