KOTOMONO.CO – Salah satu novel terkenal Maria Dermout berjudul The Ten Thousand Things menjadi buku yang paling populer di Amerika Serikat pada akhir 1950-an dan mendapatkan penghargaan dari majalah Time sebagai buku terbaik pada tahun 1958.
Banyak penulis Hindia Belanda yang mengisahkan tentang masa kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Karya-karya yang dihasilkan oleh penulis Hindia Belanda ini pun banyak yang mendapat perhatian internasional bahkan memberikan dampak yang besar. Eduard Douwes Dekker atau Multatuli dengan otobiografinya berjudul Max Havelaar adalah salah satu yang mendapat perhatian dunia bahkan merubah kebijakan di negeri Belanda.
Namun, selain Eduard Douwes Dekker, ada penulis wanita Hindia Belanda lain bernama Helena Anthonia Maria Elisabeth Dermoût-Ingerman atau dikenal dengan nama Maria Dermout. Maria Dermout adalah penulis keturunan Hindia Belanda yang banyak menghasilkan karya berupa novel dan cerpen tentang masa kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Salah satu novel terkenal Maria Dermout berjudul The Ten Thousand Things menjadi buku yang paling populer di Amerika Serikat pada akhir 1950-an dan mendapatkan penghargaan dari majalah Time sebagai buku terbaik pada tahun 1958.
Lahir dari keluarga pegawai perusahaan Belanda, menurut Nieuwenhuys (1998), Maria Dermout dilahirkan di perkebunan di dekat kota Pekalongan Jawa Tengah tanggal 15 Juni 1888. Beberapa sumber yang lain juga menyebutkan bahwa Maria lahir di kota Pati. Ayah Maria adalah keturunan asli Belanda yang lahir dan besar di Indonesia. Keluarga Maria Dermout merupakan keluarga pegawai pemerintahan Hindia Belanda yang sejak lama telah menetap di Hindia Belanda (D. Mayor & J. Mayor, 2008).
BACA JUGA: Wilhelm Wundt dan Kontribusinya dalam Psikologi Modern
Pada usia 11 tahun dirinya dikirimkan ke Belanda untuk mengenyam pendidikan. Pada saat usianya menginjak 18 tahun, dirinya kembali ke Hindia Belanda dan menikah dengan seorang pegawai pengadilan bernama Isaac Dermout di tahun 1917. Menjadi isteri seorang pegawai Hindia Belanda membuat Maria sering berpindah dari satu kota ke kota lain di Hindia Belanda, seperti yang diungkapkannya dalam novel Ten Thousand Thing bahwa dirinya telah tinggal di dua puluh rumah berbeda, tidak termasuk bunglow dan wisma. Memori selama dirinya berpindah-pindah inilah yang memberikan dirinya banyak inspirasi untuk menulis karya-karyanya.
Maria baru menerbitkan karya pertamanya berjudul Only Yesterday pada tahun 1959. Karya ini dituliskannya setelah dirinya kembali ke Belanda pasca Perang Dunia II. Tulisan ini berisi tentang masa kecil yang indah bersama para pelayan dan pengasuh serta alam eksotis di antara Gunung Wilis dan Lawu yang indah. Tulisannya ini menggambarkan tempat masa kecilnya sebagai rumah yang sangat aman dan nyaman (Boehmer & de Mul, 2012). Karya Maria yang berikut pun juga menampilkan hal yang sama.
BACA JUGA: Ani Idrus, Gagasan tentang Pendidikan yang Melampaui Zaman
Novel Ten Thousand Thing yang mengambil setting tempat di Ambon, juga menampilkan deskripsi keindahan rumah dengan taman di sepanjang teluk dan jejeran tanaman rempah. Keindahan alam Nusantara dan kearifan lokal banyak memberikan kesan yang begitu mendalam bagi Maria sehingga masa-masa tersebut terus membekas bahkan ketika dirinya sudah lagi tidak tinggal disana.Keindahan alam Nusantara sangat memengaruhi Maria Dermout dalam berkarya.
Tidak hanya keindahan alam yang memengaruhi Maria dalam berkarya. Budaya bercerita ala masyarakat timur juga sangat memengaruhi Maria Dermout dalam berkarya. Gaya bercerita Maria dalam karya-karyanya menunjukan bahwa pengaruh kesusastraan nusantara waktu itu sangat besar baginya. Dapat terlihat dari cara Maria Dermout menampilkan gaya bercerita seperti cerita rakyat yang di dalamnya mencampurkan khayalan dan kenyataan.
BACA JUGA: Professor Iyad Qunaibi, Sang Akademisi Inspiratif dengan Jutaan Follower
Seperti yang dikatakan oleh van Luxemburg, dkk. bahwa cerpen Maria yang berjudul Perempuan Sihir, merupakan sebuah cerita rakyat penuh khayalan karena tokoh “Perempuan Sihir” tidak ditemukan di dalam dunia nyata melainkan dunia khayalan. Selain itu, van Luxemburg, dkk. Juga menyebutkan bahwa gaya bercerita Maria Dermout dalam cerpennya sama seperti seorang pencerita yang sedang menceritakan hikayat milik bersama kepada khalayak. Semua kekhasan dalam karya Maria Dermout tentu tidak terlepas dari pengaruh pendongeng yang tidak lain adalah babu yang mengurus Maria Dermout sejak dirinya kecil.
Maria Dermout dan karyanya menjadi bukti bahwa keindahanan alam dan kesusastraan nusantara pada zaman dahulu sangat memberikan dampak besar terhadap kesusastraan yang hadir di masa berikutnya. Karya-karya Maria Dermout juga menjadi bukti bahwa kesusastraan sangat kaya dan mampu memberi warna yang berbeda dalam dunia sastra.