KOTOMONO.CO – Kasus begini sering muncul. Tapi herannya kok nggak belajar dari pengalaman orang lain. Ramashok.
Masing-masing orang pasti menginginkan pasangan yang sempurna. Meskipun semua orang juga mengerti kalau untuk mencapai hal itu rasanya mustahil. Namun usaha harus tetap dilakukan. Hal itulah yang mungkin saja mendasari seorang perempuan di Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan menikah dengan seorang pria yang mengaku anggota TNI.
Bahkan perempuan tersebut mau untuk dinikah siri. Barangkali si perempuan ini tertarik karena embel-embel anggota TNI. Padahal pernikahan itu terjadi jauh sebelum video-video “Pacar Kamu Bisa Gini Nggak” yang menampilkan seorang perwira TNI dan polisi yang mengokang senjata viral di media sosial.
Namun, dasar untung tak bisa diraih, sial tak dapat ditolak, ternyata suami yang dinikahinya itu bukanlah anggota TNI, atau dengan kata lain gadungan. Sang istri baru menyadarinya setelah tujuh tahun menikah secara siri. Si suami dan juga anggota TNI gadungan belakangan diketahui bernama Muis.
Muis mengaku ke istri sebagai anggota TNI AU yang bekerja di Pangkalan TNI AU di Bandung. Demi melegitimasi diri menjadi anggota TNI, Muis sampai punya seragam TNI AU, sejumlah ID Card, hingga pistol mainan. Kedok Muis itupun terbongkar setelah keluarga dari istrinya menaruh curiga. Terlebih Muis tak pernah kelihatan berangkat ngantor.
Keluarga dari istri akhirnya melaporkan Muis ke Koramil Pekalongan Timur. Anggota Unit Intel Kodim 0710 Pekalongan Jawa Tengah pun langsung menangkap Muis. Muis pun diinterogasi di Makodim 0710 Pekalongan.
“Saya malu pulang ke rumah di Blora karena mendaftar TNI gagal terus sudah empat kali. Makanya, saya enggak pulang biar orang rumah tahu saya jadi TNI,” kata Muis seperti dikutip Bangka Pos.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Perempuan yang Selalu Dituntut ‘Manut’ dengan Pasangannya
Kasus Muis ini menambah daftar panjang kisah seorang pria yang mengaku anggota aparat demi memikat hati seorang perempuan. Beberapa tahun lalu juga ada Usman yang mengaku anggota polisi di Bekasi, dan ada pula Heri yang bahkan mengaku menjadi anggota Densus 88 demi memikat hati seorang cewek.
Miris memang. Di zaman yang serba modern dengan peradaban manusia yang maju, masih ada saja yang memakai cara-cara seperti itu untuk memikat hati perempuan. Namun dari kasus Muis ini, saya jadi bisa mengambil pelajaran. Bahwa sesungguhnya menaklukkan hati perempuan itu susahnya setengah mampus.
Memang saya belum beruntung untuk menaklukkan hati perempuan yang saya suka. Tapi dari kasus Muis tadi, saya jadi aware sekaligus minder. Betapa memikat hati perempuan itu bukan hanya memikat orangnya, tapi juga memikat orang-orang terdekatnya. Khusus dalam kasus Muis ini adalah keluarga dari si perempuan.
Boleh jadi memikat seorang perempuan, bagi sebagian laki-laki adalah perkara gampang. Tapi untuk memikat hati orang tuanya nggak semudah itu. Ada semacam kriteria-kriteria tertentu dari calon mertua untuk calon menantunya. Maka sampai di sini, guyonan “Menantu Idaman” tak bisa dianggap bercandaan lagi.
Itu bahkan bisa menjadi masalah apabila memang masih banyak calon mertua yang menerapkan standar khusus bagi calon menantu. Dari kasus Muis tersebut, sangatlah kelihatan kalau aparat masih menjadi profesi favorit untuk memikat seorang perempuan.
BACA JUGA: Aa Gym, Tolong, Bedakan Antara Perempuan dan Kendaraan Bermotor!
Setidaknya kalau bertemu calon mertua, dan ditanya pekerjaan bakal mantap menjawab “Polisi” atau “Anggota TNI”. Calon mertua dan calon istri tentu akan kesengsem, karena sudah pasti kehidupan terjamin dan garansi menjadi orang ‘terpandang’ tak bisa dielakkan.
Akan tetapi, tak semua orang adalah aparat kepolisian dan tak semua pria anggota TNI. Muis telah membuktikan bahwa mendaftar TNI tak semudah mendaftar Facebook. Kegagalan mendaftar TNI malah bisa membuat orang seperti Muis malu untuk pulang ke kampung halaman.
Yang perlu digarisbawahi adalah pekerjaan bukan hanya anggota polisi atau TNI. Ada seorang kuli bangunan, tukang becak, tukang kayu, buruh pabrik, wartawan, penyiar, event organizer, pedagang, penulis, youtuber, blogger, sampai yang kekinian: buzzer. Pekerjaan-pekerjaan itu juga boleh jadi gajinya mengalahkan gaji seorang tamtama dan AKBP.
Lihat saja bagaimana seorang Deddy Corbuzier bisa meraup pendapatan yang, saya taksir berkali-kali lipat dari gaji seorang Briptu hanya dengan ngobrol di Channel YouTube. Satu-satunya keunggulan anggota polisi dan TNI dibanding profesi lain termasuk youtuber adalah, previlese ketika melakukan kejahatan.
Jika seorang youtuber melanggar hukum, berita yang muncul terang-terangan menyebut, misal “Youtuber A Terjerat Kasus Pembunuhan”. Berbeda dengan anggota aparat. Pasti berita yang muncul sekadar “Pemerkosa Mahasiswi Y Diduga Oknum Polisi”. Tepat! Ada labelisasi oknum di situ.
BACA JUGA: Begini Jadinya Andai Coki Pardede Adalah Orang Pekalongan
Satu-satunya profesi yang setara dengan polisi dan TNI yang mendapat previlese ketika melakukan kejahatan adalah penegak hukum. Sebut saja seperti hakim, jaksa, dan sebangsanya. Eh tapi, saya rasa hakim dan jaksa justru lebih dari aparat. Karena selain mendapat label oknum, saat melakukan kejahatan dan bahkan terbukti bersalah hukumannya bisa berkurang. Bukan begitu Mbak Pinangki?
Setiap pekerjaan punya kelebihan dan kekurangan. Maka dari itu, kurang bijak apabila menjadikan pekerjaan sebagai tolok ukur mencari pasangan. Kerjasama antara dua pasangan jauh lebih penting daripada mengandalkan salah satunya.
Oleh sebab itu, saya akan mengakhiri tulisan ini dengan pernyataan yang lumayan menohok. Buat perempuan, terutama mungkin calon istri saya kebetulan membaca tulisan ini, nggak usah ragu kalau kebetulan saya bukan anggota Polisi atau TNI. Siapa tahu, saya punya pekerjaan lain yang tak kalah menjanjikan.
Asisten Deddy Corbuzier, misalnya.