KOTOMONO.CO – Jangan beri ruang lagi pada predator, pelaku perkosaan tak sepantasnya disambut gegap gempita bak atlit peraih emas olimpiade.
Saya awalnya berusaha untuk meredam amarah dalam menanggapi kasus Saipul Jamil, mengingat sudah terlalu banyak emosi yang saya keluarkan untuk kasus perundungan sekaligus pelecehan seksual dilembaga yang katanya mengurusi moral bangsa, padahal internalnya bajingan semua. Eh, ralat. Maaf. Bukan semua, tapi beberapa. Gawat kalau saya sampai kena ciduk dan kena pasal pencemaran nama baik sekaligus pelanggaran UU ITE. Membayangkannya saja sudah ngeri-ngeri sedap.
Namun hari ini, ketika membuka trending YouTube, muncul lah muka sang predator (baca: Saiful Jamil. Dan saya akan menulisnya begitu sampai akhir tulisan) di channel televisi swasta milik Chairul Tanjung, tanpa saya sebut nama pasti sudah pada tau dong ya. Hebatnya, video dengan judul Masyaallah, Ini Kisah Pilu Saiful Jamil Selama Dipenjara berhasil menempati trending satu dari pagi hingga malam. Mungkin sampai hari esok dan seterusnya. Ah ya, ada lagi video lain, masuk juga ke trending sepuluh YouTube, yang diberi judul Pertemuan Inul Daratista feat Saiful Jamil.
Saya begitu marah, lalu menjadi sangat marah ketika melihat laman komentar yang menyentuh angka ribuan itu, yang mungkin didominasi oleh fans garis keras si predator atau fans yang terlalu naif sehingga tidak menyadari bahwa perbuatan idolanya itu membuat orang lain mengalami trauma seumur hidup.
Memangnya tidak cukup ya, predator diberi kalung bunga, disambut gegap gempita seolah baru memboyong medali emas dalam ajang olimpiade waktu keluar dari penjara? Ya benar sih, predator layak diberi medali emas, tapi dalam kategori penjahat seksual dan sangat tidak pantas diperlakukan seperti itu, selain melukai perasaan korban, juga menciderai para aktivis yang selama ini telah berjuang membela hak-hak penyintas.
Yang membuat saya sangat marah adalah saat membaca komentar netizen yang beraneka rupa, dari mulai komentar memberi semangat, merasa terharu, mencoba menarik pembelajaran dari kisah si predator di penjara, dan pembelaan bahwa predator pasti telah berubah. Hellowww, netizen masih waras? Tidak cukupkah media yang mempertontonkan kenilihan empati terhadap korban perkosaan dengan memberi panggung megah tanpa peduli bagaimana perasaan korban?
Kenapa tidak coba menempatkan diri sebagai korban, sebagai adik, sebagai kakak, sebagai ibu, sebagai ayah, sebagai keluarga. Bagaimana jika kejadian itu menimpa kita atau sanak saudara? Semarah apa? Sebenci apa? Setrauma apa?
Tetapi kalian menambahinya dengan komentar positif, seolah-olah kejahatan yang dilakukan predator ini biasa saja, mudah dimaafkan, dan cukup diambil hikmahnya. Lambok mikir sitik ngono lho, misal gek nduwe utek. Dia itu predator, pelaku perkosaan, pelaku! Catat! Sekali-kali kalau menanggapi sesuatu itu, berpihaklah pada korban. Pada penyintas. Sekalipun si predator telah membayar lunas lewat hukum atas kejahatannya, masyarakat juga perlu menghukum lewat sosial.
Lalu dengan apa? Dengan tidak memberi panggung, dengan tidak memberi dukungan. Agar apa? Agar korban merasa tidak sendirian. Agar korban merasa bahwa tindakan yang dia lakukan sudah benar. Barangkali dengan itu, banyak korban perkosaan yang tadinya takut untuk speak up, menjadi lebih berani karena dukungan dan empati publik yang besar padanya.
Saya tidak melarang predator untuk melanjutkan hidup. Tidak-tidak. Itu hak dia yang dilindungi oleh undang-undang. Tapi saya melarang keras dia kembali menjadi publik figur, yang seharusnya bisa menjadi contoh baik bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya. Toh lagi pula masih banyak publik figur yang betulan publik figur, kenapa harus predator itu lagi dan lagi? Perlu saya sebutkan? Ada Maudy Ayunda, Cinta Laura, Agnes Monica, Najwa Shihab, dan seterusnya. Mau yang kiprahnya di dunia dangdut? Ada Lesti Kejora, yang kemarin baru menikah. Atau siapapun, tapi jangan mereka yang memiliki catatan hitam.
Sebentar-sebentar, tapi ini kan Indonesia. Dimana penduduknya ramah-ramah, mudah memaafkan, mudah menerima. Ditambah medianya yang berorientasi pada rating, pada clickbait. Ditambah lagi lembaga yang mengurusi moral tapi amoral. Dilengkapi dengan pemerintah dalam hal ini DPR yang sejak 2019 tak serius menyikapi draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ibarat asupan, sudah empat sehat lima sempurna nih. Sempurna bonyok maksudnya.