KOTOMONO.CO – Kelurahan Kauman berada di wilayah Kecamatan Pekalongan Timur Kota Pekalongan sebelum adanya penggabungan tahun 2014. Kini Kelurahan Kauman menjadi lebih luas karena merupakan gabungan dengan Kelurahan Sugihwaras, Sampangan dan Keputran. Wilayah Kauman sebelah barat dibatasi oleh Sungai Kupang, sebelah utara dibatasi oleh Jalan Hayam Wuruk dan Kelurahan Sampangan.
Sebelah timur dan Selatan dibatasi oleh Kelurahan Keputran. Seperti di daerah lainnya, Kelurahan Kauman merupakan daerah pusat muslim atau kawasan beragama Islam yang taat. Kawasan Kauman biasanya memiliki point of interest berupa sebuah masjid besar yang menjadi pusat aktivitas dakwah dan keagamaan lainnya.
Kauman memiliki kata dasar kaum adalah kata-kata umum yang diserap dari bahasa Arab “Qoum” yang berarti kelompok, golongan atau umat. Dialek Jawa mengubahnya menjadi kaum. Masyarakat Jawa memberikan julukan kaum kepada orang-orang yang memiliki ilmu agama Islam atau orangorang yang taat menjalankan ajaran agama Islam.
BACA JUGA: Sejarah Asal-usul Kelurahan Sugihwaras Kota Pekalongan
Orang Kaum mendapatkan tempat yang sedikit istimewa dibanding dengan masyarakat biasa. Dari sisi religi mereka memiliki kewajiban untuk menegakkan dan menyebarkan agama. Disisi lain masyarakat disekitarnya menganggap mereka merupakan orangorang terpilih yang memiliki kelebihan.
Di lingkungan masyarakat umum, kawasan kaum terbentuk sebagai karena adanya seorang ulama atau tokoh masyarakat yang menuntut ilmu agama Islam kemudian mengajarkannya kepada lingkungannya. Dari hal inilah maka ada istilah Kyai bagi sang guru dan santri bagi murid-muridnya.

Biasanya mereka mendirikan masjid sebagai tempat sholat berjamaah sekaligus tempat untuk menyiarkan agama Salah satu ciri spesifik pusat permerintahan Jawa adalah adanya filosofi Sedulur papat lima pancer dimana terdapat unsur berupa bangunan pusat pemerintahan (kraton/kabupaten yang ditandai dengan siti hinggil untuk kraton dan pendopo untuk kabupaten) dan kantor administrasi yang disebut dengan kepatihan, pusat peribadatan berupa masjid, pusat perekonomian berupa pasar dan lembaga peradilan yang dilengkapi dengan penjara.
BACA JUGA: Sejarah Asal-usul Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan
Sebagai pusatnya adalah sebuah lapangan yang luas yang disebut dengan alun-alun. Filosofi ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada penguasa untuk senantiasa menjadi pemimpin yang bertakwa, adil dalam menerapkan hukum serta berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sebagai pemimpin maka ada istilah bagi seorang raja adalah Kalifatollah Sayidin Panotogomo, yang berarti wakil Tuhan pemimpin dan penata/penegak agama.
Oleh karena itulah masjid menjadi unsur yang sangat penting dalam lingkaran kehidupan pemerintahan. Masyarakat berkewajiban untuk melaksanakan agama, bertindak sesuai dengan aturan hukum baik hukum agama maupun pemerintah dengan konsekuensi apabila mereka melanggar maka ada sanksi berupa hukuman penjara, serta masyarakat memiliki kesempatan berusaha dibidang perekonomian dengan melaksanakan perniagaan di pasar.

Pada intinya terdapat keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, antara rakyat dengan pemerintah. Kewajiban menegakkan agama inilah maka penguasa menempatkan aparatur penata agama seperti imam, khotib, penghulu dan lainnya disekitar masjid. Mengingat Islam di Jawa menganut mahzab Syafii dimana untuk sholat Jumat hendaknya diikuti oleh 40 orang jamaah, maka setiap masjid yang dibangun sedikitnya harus diikuti oleh 40 orang muslimin. Orang-orang inilah yang disebut dengan kaum.
Adapun wilayah tersebut akhirnya disebut dengan kauman. Di masa lalu di zaman kerajaan, pimpinan kaum disebut dengan lurah kaum karena mereka merupakan aparatur negara. Sedangkan untuk pemimimpin spiritualnya disebut dengan ulama negara. Kelurahan Kauman di Pekalongan diperkirakan ada seiring dengan dibangunnya masjid Jami Pekalongan antara tahun 1852. Masjid ini dibangun oleh arsitek Jawa yang sekaligus Bupati Pekalongan bernama Raden Tumenggung Wiryo Adinegoro yang memerintah antara tahun 1850 s/d 1878.
Beliau merancang bangunan masjid tanpa meninggalkan bentuk asli dari masjid kuno Sapuro. Pembangunan ini merupakan pertimbangan untuk mendekatkan antara masjid dan kaum dengan kabupaten karena sebelumnya masjid kuno Sapuro berada di sebelah barat sungai sehingga setiap kali sholat berjamaah harus menyeberangi sungai lebih dahulu.
Di Kelurahan Kauman itu sendiri memiliki beberapa dukuh atau kampung atau nama tempat yang mempunyai nilai historis yang istimewa, yang bisa anda baca di tulisan Asal-Usul Nama Tempat di Kauman.
Sumber : Agung Tjahjana – Mengungkap Asal-Usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan – KPAD Kota Pekalongan.