KOTOMONO.CO – Krapyak Lor memiliki wilayah yang lebih luas dari Kidul. Kampungnya pun lebih banyak dan dimasa lalu berbentuk grumbul atau kampung yang berpencaran. Disini terdapat penamaan tempat yang sangat historis yang bisa dijadikan tambahan wawasan bagi kita untuk mengenal Krapyak Lor. Ada beberapa kisah maupun makna yang menjadi nama dari kampung antara lain :
1. Pagirikan
Secara etimologi, kata pagirikan dapat diperoleh dari beberapa kata. Girik adalah kata dari bahasa sansekerta yang berarti kupon, karcis atau tanda yang dipergunakan untuk masuk ke suatu tempat atau untuk mendapatkan jatah barang, uang atau hasil jasa lainnya.
Baca juga : Sejarah Dan Asal-usul Nama Tempat di Krapyak Kidul
Penambahan awalan dan akhiran pa-an menunjukkan bahwa kata pagirikan berarti tempat pembagian, penyerahan atau dapat pula berarti penukaran girik tersebut dengan hal-hal yang mereka butuhkan.
Penamaan ini mungkin disebabkan pada masa lalu Pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan samudra yang berada diujung muara sungai dan menggunakan tempat di seberang sungai sebagai tempat tinggal atau peristirahatan dari para pekerja yang sebagian besar adalah kaum pribumi.

Apabila dipelajari dari penataan wilayah oleh pemerintah kolonial hampir selalu a menempatkan penguasa berseberangan dengan kaum pribumi. Para pekerja ini mendapatkan bayaran dengan kupon untuk ditukarkan dengan uang sebagai penghasilan mereka. Hal yang mungkin pula terjadi adalah bahwa wilayah Slamaran kini duhulunya adalah perkebunan kelapa milik pemodal asing.
Para pekerja atau buruh pribumi bekerja untuk pemodal dan mendapatkan girik sebagai identitas pekerja sehingga mereka dapat memasuki perkebunan atau pada saat tertentu girik tersebut digunakan untuk ditukarkan dengan uang atau bentuk penghasilan lainnya di tempat berkumpul di sekitar pintu masuk wilayah perkebunan.
Wilayah disekitar tempat pembagian/penerimaan girik ini pula yang akhirnya menjadi tempat tinggal bagi para pekerja yang akhirnya diberi nama sebagai Pagirikan. Pagirikan dapat pula berasal dari kata igir yang dalam bahasa jawa lama/kuno berarti pinggiran/tebing. Apabila kita amati, wilayah ini memang berada di sekitar sungai sehingga pagirikan dapat diartikan sebagai tempat di pinggiran sungai.
Baca juga : Sejarah Asal-usul Kelurahan Panjang Wetan Kota Pekalongan
Informasi tentang Pagirikan ini sangat sedikit. Hampir tidak ada informasi yang menyebut tentang tokoh ataupun kegiatan yang signifikan tentang Pagirikan. Namun tempat ini telah disebut dalam peta perkebunan Hindia Belanda sejak akhir tahun 1800 an wilayah ini sekarang berada di Rt 3/ Rw 1.
2. Slamaran
Nama slamaran ini telah disebut dalam peta awal tahun 1900 an dengan sebutan Sela-maran (simpang tiga). Informasi yang didapat hanyalah bahwa slamaran adalah perkebunan kelapa. Hampir tak ada yang mengetahui mengapa disebut nama slamaran.
Bapak Ahmad Ilyas, seorang penduduk asli Krapyak, dalam wawancara pribadi mengungkapkan bahwa Slamaran dulu adalah hutan pantai yang sangat rapat, angker atau sulit untuk dilewati. Hutan ini dikenal sebagai Alas Rondho (hutan janda). Disebut demikian karena bila ada seorang laki-laki yang beristri masuk ke dalamnya sering kali tidak kembali lagi sehingga istrinya menjadi janda.
Baca juga : Sejarah Asal-usul Kelurahan Panjang Kota Pekalongan
Cerita ini menguatkan betapa angker dan berbahayanya hutan tersebut. Begitu pula dengan orang Belanda yang masuk daerah tersebut banyak yang tersesat atau bahkan hilang. Tidak menutup kemungkinan untuk membuka daerah tersebut menjadi perkebunan pemilik modal yang orang eropa menggunakan tenaga kasar dari pribumi.
Mereka khawatir jika mengalami kesulitan, keruwetan atau kesusahan karena ditinggal pergi kerabatnya. Dalam kamus bahasa Belanda ada kata slameur berarti keruwetan, kesusahan atau pekerjaan kasar. Karena sering mengalami kesulitan atau harus menggunakan tenaga kasar inilah maka orang Belanda sering menyebutnya setiap membicarakan wilayah ini.

Dialek kata bahasa Belanda tersebut sulit diucapkan oleh lidah pribumi sehingga disebut dengan slamar. Karena menyebut suatu wilayah maka ditambahkan akhiran -an menjadi Slamaran sebagai penunjuk suatu tempat (daerah slamar). Sekarang berrada di wilayah Rt 5 / Rw 2. Dan disini juga terdapat pantai yang sangat terkenal karena disinyalir sebagai pintu gerbang menuju Kerajaan Gaib Dewi Lanjar.
Baca juga : Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda
3. Tembok atau Setembok
Kata tembok dalam bahasa sansekerta memiliki arti dinding yang dibuat dari batu atau bata yang disusun dengan cara direkatkan. Kesimpulannya pengertian ini sama dengan pengertian masyarakat saat ini.
Berdasarkan penuturan Bapak Ahmad Ilyas, apabila pengertian Krapyak adalah penduplikasian dari wilayah keraton di pusat Negara (Yogyakarta) maka sangat mungkin di Krapyak Pekalongan pernah ada bangunan yang menyerupai panggung atau benteng dengan tembok yang kuat dan tebal.
Akan tetapi karena wilayahnya yang telah dekat dengan lautan maka struktur bangunannya tidak sekuat dengan di wilayah pedalaman hingga akhirnya bangunan ini mudah roboh sehingga tiada lagi peninggalannya.
Baca juga : Sejarah Batik Jlamprang Motif Khas Kota Pekalongan
Mungkin pula dapat diartikan karena wilayah kampung ini masyarakatnya sudah banyak yang membangun dengan rumah tembok. Informasi tentang nama tembok ini telah ditunjukkan oleh peta Hindia Belanda akhir tahun 1800 an sekarang berada di Rt 4/ Rw I.
4. Ampel Gading
Istilah ampel gading ini adalah nama sejenis bambu yang berwarna kuning dengan struktur bambu tebal. Di daerah Semarang, Ungaran dan Demak bambu ini memiliki potensi yang ekonomi yang besar karena rebung bambunya menjadi bahan lumpia, makanan khas yang terkenal dari Semarang.
Akan tetapi pada umumnya ampel gading atau yang dikenal sebagai bambu kuning ini lebih banyak menyimpan mistis sebagai sarana untuk menolak balak, atau sebaliknya sering menjadi tempat tinggal mahluk halus. Di kampung Ampel Gading pada awalnya adalah sebuah jembatan yang di dekatnya terdapat banyak rumpun bambu kuning.
Di sekelilingnya masih terdapat tanah lapang dengan rumput yang lebat sehingga digunakan sebagai tempat menggembala kerbau. Penduduk yang bermukim didekat tempat tersebut pada waktu itu belum begitu banyak karena rata-rata hanya petani atau penggembala. Karena keberadaan bambu ampel gading itulah maka disebut sebagai jembatan ampel gading.
Setelah ramai oleh pemukim mereka menyebutnya wilayah tersebut dengan ampel gading, letak ini sebenarnya berada di perbatasan/nama jembatan antara setembok dengan slamaran. Dan sebagai tambahan informasi, di daerah Pemalang juga ada wilayah yang bernama Ampelgading, mungkin memiliki benang merah dengan yang ada disini.
5. Jatrunan
Salah satu tokoh awal yang turut babat alas hingga muncul Desa Krapyak adalah Mbah Jatruno. Tokoh ini sama seperti tokoh pendiri lainnya mendapatkan wilayah tempat tinggal bersama dengan pengiringnya.
Dan sebagai penanda wilayah kepemilikan disebut dengan nama pemiliknya dengan pemberian akhiran –an menjadi Jatrunan yang berarti wilayah mbah Jatruno sekarang berada di wilayah RT 5 / Rw 2.
Baca juga : Penjelasan Sejarah Megono Aseli Pekalongan
Sumber: Amiroh, SE – Mengungkap Asal-Usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan – KPAD Kota Pekalongan.