KOTOMONO.CO – Tulisan ini lahir dari tawaran seorang teman. Ia menghendaki, agar saya menulis artikel tentang parenting. Tak berpikir panjang, saya pun mengamini tawaran itu. Saya sepakat dengan pandangan teman saya bahwa parenting itu mesti diberikan dengan tepat. Kalau tidak, bisa berdampak buruk pula anak dan generasi-generasi berikutnya.
Saya seorang ibu biasa. Mula-mula saya tak begitu acuh dengan masalah parenting. Niat belajar pun tidak. Tapi, rupanya pengalaman menuntun saya untuk sedikit demi sedikit mempelajarinya. Terutama, pengalaman saya dengan orang tua saya.
Dari situlah, sebagai seorang ibu, saya akhirnya mengingat dan belajar. Apa-apa yang dilakukan orang tua saya kepada putra-putrinya sangat membantu saya untuk memahami apa itu parenting.
Sesuai dengan istilahnya, kata parenting secara sederhana bisa dimaknai sebagai perihal yang berkenaan dengan peran orang tua. Dengan kata lain, istilah ini semakna dengan proses pengasuhan anak yang dilakukan oleh orang tua. Tentu, namanya pengasuhan itu kompleks. Meliputi fisik, emosional, sosial dan kecerdasan sosial anak.
Dengan begitu, peran parenting sangat penting. Lebih-lebih ketika kita mengetahui jika tumbuh kembang anak juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Parenting bisa saja turut membentuk anak agar dapat berinteraksi dengan teman dan lingkungan secara baik. Serta membangun pola pikir dan sikap hidup yang dapat membantunya dalam menggapai cita-citanya.
Tulisan ini, hanya memberikan sekelumit mengenai tipe-tipe parenting yang perlu diketahui orang tua. Berikut penjelasannya:
Authoritarian
Parenting tipe otoriter menekankan pada pemaksaan kehendak. Orang tua memosisikan dirinya sebagai pemegang keputusan mutlak. Oleh sebab itu, orang tua akan membuat aturan ketat tanpa penjelasan mengapa anak-anak harus menaatinya. Anak hanya diberi batasan tentang yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan.
BACA JUGA: Hei, Para Suami! Jangan Bebani Istrimu Pakai Alat Kontrasepsi
Parenting tipe ini sering menghadirkan hukuman. Biasanya, hukuman akan diberlakukan jika apa yang dilakukan anak tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua.
Di satu sisi, parenting model ini dapat membangun karakter anak yang penurut kepada orang tua. Tapi, Anda perlu berhati-hati dengan parenting model yang satu ini.
Dampak negatifnya bagi anak bisa sangat fatal. Terutama, anak akan merasa takut terhadap orang tua dan justru membuka peluang bagi anak untuk bersikap tidak terbuka. Sehingga, apa saja yang dialami anak di luar rumah tidak diketahui orang tua.
Selain itu, penerapan model parenting ini juga berpeluang menciptakan rasa tertekan, depresi, bahkan stress pada anak. Anak akan merasa jika ia hidup dalam tekanan dan menderita. Walhasil, anak pun cenderung untuk menutup-nutupi apa saja yang dialaminya demi menghindari hukuman.
Authoritative
Jenis ini lebih fleksibel. Orang tua akan membuat aturan dengan menyertakan alasan serta memberi kesempatan anak untuk berpendapat, mengekspresikan gagasannya dan menentukan pilihannya. Meski begitu, peran orang tua masih cukup besar. Sebab, orang tualah yang akan mengambil keputusan. Tentu, dengan tetap memperhatikan keadaan anak.
Keterbukaan pada model parenting ini membuat hubungan anak dan orang tua jauh lebih baik. Dengan cara itu, anak tak segan-segan untuk mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya. Bahkan, mereka juga tak malu-malu untuk meminta saran atas setiap permasalahan yang mereka hadapi.
Dengan cara ini, kehidupan anak akan terarah. Sehingga, kekhawatiran orang tua atas kehidupan anak bisa diminimalisir dan dieliminir. Bahkan, cara ini diyakini sangat efektif untuk membentuk sikap mandiri pada anak.
Hanya, agar model ini dapat dijalankan dengan baik, sangat diperlukan peran dari kedua orang tua. Ibu dan ayah perlu bekerja sama. Selain itu, diperlukan pula komitmen bersama untuk mendukung konsistensi di dalam penerapan pola asuh yang terbuka ini.
Permissive
Tidak dipungkiri, kebebasan menjadi dambaan. Siapapun itu. Namun, dengan memberikan kebebasan yang tanpa batas, malah bisa menjadi bumerang.
Pola asuh permissive adalah pola asuh yang memberikan kebebasan kepada anak sepenuhnya untuk mengambil keputusan atas kehendaknya sendiri. Nah, kalau sudah demikian, perlu berhati-hati nih. Karena biasanya, pola asuh ini akan menempatkan orang tua sebagai pihak yang kurang responsif terhadap perilaku anak. Komunikasi yang terjalin pun antara anak dan orang tua menjadi sangat jarang.
BACA JUGA: Pelajaran Menggambar Sama Pentingnya Dengan Pelajaran yang Lain
Perlu diingat, anak itu ibarat kertas putih. Orang tua ibarat pena. Sementara apapun yang dilakukan orang tua adalah tintanya. Jika selembar kertas dibiarkan begitu saja, kira-kira apa yang akan terjadi?
Ada banyak kemungkinan. Kertas itu akan diterbangkan angin, dinodai oleh kotoran, bahkan mungkin saja terinjak-injak oleh kaki-kaki yang tak kita kenal. Mungkin pula kertas itu hancur karena ditempa air hujan. Alhasil, suasana rumah yang hangat dan penuh kebahagiaan bagi anak hanyalah harapan semu.
Kebebasan memang sangat didambakan. Tetapi, kebebasan yang tanpa dibarengi pemberian tanggung jawab akan membuat kehidupan menjadi sepah. Tak punya rasa dan tak indah.
Neglectful
Tipe parenting ini ditandai dengan alokasi waktu orang tua yang sangat sedikit untuk membarengi anak. Akibatnya, informasi tentang anak pun sangat sedikit yang diterima. Bimbingan, pengasuhan dan perhatian juga mungkin tidak diterima oleh anaknya dengan baik.
Biasanya, tipe ini berlaku pada orang tua yang terlalu berharap agar anaknya dapat mengurus dirinya sendiri. Sikap ini juga akan dibarengi dengan perilaku abai orang tua di dalam memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka.
BACA JUGA: Pentingnya Kerja Sama Orang Tua dalam Mendampingi Pertumbuhan Anak
Orang tua dengan pola asuh seperti ini memang termasuk lalai. Tetapi ada yang memang tidak di sengaja. Misalnya, orang tua dengan gangguan mental.
Namun, bagi orang tua normal, siap atau tidak siap menjadi orang tua, bukan alasan melalaikan tugas sebagai orang tua. Rasa bahagia, sedih, tawa, dan segala yang dirasakan anak, semestinya orang tua mengetahuinya.
Overprotective
Istilah ini sepertinya tidak asing di telinga. Overprotective atau kekhawatiran yang berlebihan, parenting yang –mungkin- akan membuat anak merasa tidak nyaman. Segala seluk kehidupannya didasarkan atas kekhawatiran orang tua yang berlebih.
Seperti yang sering kita dengar, segala yang berlebihan itu tidak baik. Menghawatirkan masa depan anak baik, tapi jika kemudian menyita waktu bermainnya, itu tidak adil. Ketika masih bayi, orang tuapun tidak boleh khawatir berlebihan. Misalnya, khawatir anaknya jatuh dan terluka, lantas orang tua tidak membiarkan anak merangkak dan merambat. Sehingga, perkembangan anak pun terhambat.
Begitupun ketika anak sudah mulai berpikir. Ia mengenal benar dan salah, yang baik dan tidak. Anak berhak memperoleh kepercayaan dari orang tuanya demi tumbuh kembangnya. Yang penting orang tua sudah memberi arahan dan teladan.
BACA JUGA: Salahkah jika seorang sarjana memilih menjadi Ibu Rumah Tangga?
Itulah beberapa tipe parenting, sadar atau tidak, di lingkungan kita memang ada pola asuh yang seperti itu. Dan, bisa jadi kita adalah “korban” atau justru “pelaku” dari pola asuh orang tua yang keliru.
Bukankah kita pernah menjumpai manusia dengan model bodo amat, keras kepala, dan sebagainya? Terkadang kita juga menjadi penerima manfaat dari parenting yang tepat, seperti memiliki teman yang eman banget, rajin banget dan sebagainya.
Jadi, benar kata teman saya bahwa parenting adalah ilmu otodidak yang tidak diajarkan di bangku sekolah namun dampaknya luas bahkan sampai akhir hayat.