KOTOMONO.CO – Terpesona pada panorama alam dataran tinggi Dieng itu sudah sewajarnya. Terutama, bagi Anda yang hidup di kawasan perkotaan. Tapi, lidah juga butuh dibiasakan terpesona sama kulinernya yang khas. Supaya lidah juga ikutan piknik.
Seperti baru-baru ini, ketika saya hendak pulang setelah menyelesaikan urusan bisnis. Sebagai penghilang penat, saya putuskan piknik ke Dieng.
Di perjalanan, rupanya ada sesuatu yang bikin saya merasa tersedot untuk mendekat. Mula-mula, yang tertangkap oleh mata saya sesuatu yang ramai di pinggir jalan. Tetapi, daya magnet sesuatu itu benar-benar besar dan membuat seluruh jiwa raga saya ikut tersedot. Saya pun tak bisa menolak, setir kendaraan saya arahkan ke keramaian yang ada di pinggir jalan, di dekat tugu identitas yang berupa rangkaian huruf membentuk nama DIENG.
Kendaraan saya parkirkan segera, begitu tiba di dekat lokasi keramaian itu. Di atas trotoar, saya lihat orang-orang duduk berjejer. Tampak mereka tengah menyantap sesuatu. Dari cara mereka makan, bikin saya ngiler.
Saya turun dari motor. Mendekati mereka dan mencari tahu apa gerangan yang tengah terjadi. Ternyata, mereka yang duduk-duduk di atas trotoar ini tengah menikmati kuliner khas Dieng yang sedang nge-hits.
BACA JUGA: Kenalan Dengan Kawah Sikidang, Salah Satu Obyek Wisata Hits Dieng
Mungkin inilah yang disebut ‘takdir yang menyamar’ alias kebetulan, seperti kata Fiersa Besari. Pas perut perlu diisi, eh pas pula motor saya hentikan di tempat yang akan menjawab kebutuhan perut saya. Minimal, agar perut tak protes melulu saat perjalanan pulang.
Setelah berhasil mendekati sasaran, saya lihat cara berjualan menu kuliner yang satu ini sebenarnya biasa saja sih. Sudah sangat umum. Hanya dengan gerobak kayu berlapis seng yang ditumpangkan di bagian belakang jok sepeda motor. Kotakan kayu itu dilengkapi alat pembakar sate.
Hanya ada yang menggelitik saya. Terutama saat membaca stiker yang tertempel pada bagian samping kotakan itu. Tertulis di sana, Sate Lontong Sonic.
Tertarik dengan namanya yang unik, saya pun akhirnya mencobanya. Saya memesan satu porsi lengkap dengan lontong. Tentu, soal kepedasan bisa dipesan sesuai selera. Saya memesan tak terlalu pedas.
Setelah memesan, seperti pelanggan lainnya, saya mencari tempat duduk di atas trotoar. Lalu memungut ponsel dari saku. Membukanya, barangkali ada WA masuk ditemani alunan musik yang terdengar dari pelantang suara yang tertempel di gerobak sate itu.
Alhamdulillah, antrean pesanan tak terlalu panjang. Saya tak perlu berlama-lama menunggu sate saja tersaji. Di tangan saya telah terpegang sepiring sate, dengan potongan daging ayam yang lumayan rapi.
Yang bikin saya makin ngiler, paduan sambal kacang, kecap, rajangan bawang merah, dan irisan cabai yang melumuri sate. Sementara irisan lontong diletakkan di bagian bawah bertusuk-tusuk sate. Irisannya lumayan rapi. Tak terlalu besar, sehingga tak membuat mulut kerepotan saat hendak menelannya.
BACA JUGA: Dolan Watu Angkruk Dieng, Nikmati Sensasi di Ketinggian
Memang, yang namanya sate, rahasianya ada pada sambal kacang yang sekaligus menjadi bumbu. Dari sambal kacang itu kita bisa merasakan dan menilai apakah sate yang kita makan itu menggugah selera atau tidak. Dan ternyata, Sate Lontong Sonic ini betul-betul bikin lidah bergoyang-goyang menikmati sensasi sambal kacangnya.
Ngluget banget! Rasa legit yang sempat mampir di dalam rongga mulut terasa banget. Inilah yang membikin cara makan saya seperti orang yang nggak makan selama tiga hari. Tapi, demi cita rasa yang luar biasa ini, saya tak ingin apa yang ada di hadapan lekas-lekas habis.
Satu tusuk sate saya pungut. Sepotong demi sepotong daging saya kunyah. Empuk. Saya mengunyah daging itu sampai benar-benar halus. Tetapi, sensasi rasa daging dan bumbunya masih terasa betul.
Satu-satunya yang menurut saya aneh adalah lontong yang disajikan dalam sate ini. Agak berbeda dari lontong yang sering saya jumpai di rumah. Warnanya putih seperti bubur. Teksturnya kenyal dan padat, namun enak ketika disantap. Kelezatan sate itupun membuat saya terlena sehingga tidak terasa semuanya sudah bersih dari piring saya.
Betapa sensasi rasa Sate Lontong Sonic telah membuat saya tertawan. Sampai-sampai saya penasaran. Saya tanyakan pada si penjual racikan bumbu yang ia gunakan. Dan apa jawab Pak Lukman, penjual Sate Lontong Sonic ini?
Kata Pak Lukman, bahannya tak sembarang. Ada kriteria khusus yang menurutnya sebagai syarat pantas untuk diracik menjadi Sate Sonic. Mulai dari pemilihan bahan utama hingga bahan pelengkap pun tidak asal-asalan. Pak Lukman memprioritaskan bahan lokal walaupun tetap menyesuaikan yang ada di pasar sekitar sini.
Bahan utama sate ini jelas, yaitu daging ayam, beliau mengatakan dari 5 kg daging ayam bisa menghasilkan sekitar 500 tusuk sate. Untuk bumbunya beliau hanya menjelaskan bahwa sambelnya terbuat dari kacang dan gula aren, selebihnya beliau tidak menyebutkan secara detail racikan bumbu apa saja yang digunakan, semacam ada rahasia pabrik yang dilindungi.
BACA JUGA: 6 Destinasi Jawa Tengah Dengan Panorama Indah ini Ampuh Hilangkan Stress dan Penatmu
Untuk lontongnya sendiri, beliau membuatannya menggunakan plastik berukuran berukuran 10 x 5 cm yang diisi beras kira-kira seperempat lebih sedikit, pantas saja jika bewarna putih beda dengan lontong dirumah yang berwarna kehijauan karena menggunakan daun pisang sebagai bungkusnya
Ketika berjualan, Pak Lukman menyiapkan sate setengah matang. Sedang, pembakaran yang dilakukannya sekadar mematangkan daging sate. Tujuannya, supaya pembeli tidak menunggu terlalu lama untuk bisa menikmatinya.
Dalam penyajiannya, lontong terlebih dahulu dipotong-potong kecil di atas piring. Lalu ditempatkan sate yang sudah matang di atasnya. Irisan bawang merah dan cabai menyusul. Seperti dugaan saya, Pak Lukman sedikit menjelaskan bahwa ada 2 bumbu rahasia yang tidak bisa disebutkan dalam membuat sate ini. Untuk mempertahankan rasanya, penempatan bumbu rahasia itu diletakkan pada pada proses pembuatan dan penyajiannya.

Sekilas memang tidak ada yang mencolok dalam sate ini kecuali lontong putih tadi, namun ketika mulai gigitan pertama, kamu akan merasakan keistimewaan dalam seporsi sate sonic ini. Saking terngiangnya rasa enak sewaktu menyantap sate lontong sonic ini, sampai saya pun mencium aroma sedapnya ketika menulis ini.
Menyinggung soal penamaan satenya tersebut. Pak Lukman mengaku mendapat inspirasi yang didapat dari salah seorang pelanggannya yang hafal betul stiker karakter “Sonic” yang menempel di gerobaknya. Sehingga bekiau berinisiatif memberi nama Sate Lontong Sonic agar mudah dikenal semua orang.
BACA JUGA: 10 Rekomendasi Tempat Wisata Dieng Yang Instagramable Abis
Jika kalian juga penasaran dengan citarasa sate kuliner Dieng ini, coba saja kalian menuju sebelah kanan tulisan landmark Dieng, lokasinya hanya berjarak beberapa meter dari situ. Bila kamu dari arah Batur Banjarnegara, maka kamu akan melihat penjual sate dengan gerobak motor sebelum tulisan Dieng. Jika kamu dari arah Wonosobo, kamu bisa menuju tulisan Dieng lalu belok kanan arah Banjarnegara dan sampai di sana.
Soal harga, kamu tidak perlu khawatir. Harganya masih sangat terjangkau. Untuk satu porsi sate+lontong dengan rincian 10 tusuk sate ayam dan 1 setengah lontong potong, kamu cukup merogoh kocek lima belas rupiah saja. Harga itu sebanding dengan rasa yang bakal kamu nikmati dan rasa kenyang setelahnya.
Namanya juga kuliner pinggir jalan, masalah klasiknya adalah mencari tempat untuk parkir kendaraan. Jika dalam keadaan ramai maka kamu akan sedikit kesulitan untuk parkir disana. Maka salah satu tipsnya adalah kamu parkir agak menjauh lebih baik di dekat tulisan Dieng sekalian, disana terdapat tempat parkir kendaraan agar tidak mengganggu pengguna jalan lainnya.