KOTOMONO.CO – Tak jarang saya dengar pernyataan “perempuan itu selalu benar”. Biasanya, pernyataan itu muncul di tengah perdebatan alot antara laki-laki dan perempuan. Saya juga pernah mengalaminya. Ketika sedang asyik berdiskusi eh dia nyelatuk, “Iya, deh, emang cewek selalu benar.”
Kontan, saya ngrasa argumentasi saya sia-sia. Dipatahin sama pernyataan yang belum terbukti kebenarannya. Hanya berdasarkan pengalaman selintas. Saya, yang merasa sebagai seorang perempuan juga ngrasa tersudut dan bertanya-tanya. Kenapa dia tidak menyanggah argumen saya itu dengan argumen yang lebih rasional? Yang barangkali bisa membuka pola pikir baru untuk para peserta diskusi?
Terus terang, saya tidak setuju dengan pernyataan itu. Sebaliknya, yang saya temukan, di mata masyarakat perempuanlah yang justru selalu dianggap salah. Contohnya, ketika perempuan melahirkan secara caeser. Akan dipastikan bahwa perempuan tersebut dicap oleh masyarakat bukan sebagai ibu seutuhnya. Masyarakat hanya akan menganggap dia sebagai ibu yang sebenarnya, jika perempuan tersebut melahirkan secara normal. Padahal apapun prosesnya, rasa sakit ketika dan pasca melahirkan itu sama.
Menjadi ibu seutuhnya juga tidak hanya dinilai dari proses melahirkan. Ketika ada seorang ibu memilih berkarir dan tidak bisa mengerjakan tugas domestik sepenuhnya, siap-siap saja, hujan hujatan dari masyarakat akan menerpanya. Pun salah, jika ibu tersebut berhasil meraih gelar sarjana namun ia memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Katanya sih, sia-sia saja sekolah tinggi tapi ujung-ujungnya hanya mengurus dapur. Serba salah kan jadi perempuan?
BACA JUGA: Perempuan itu Nggak Lemah, ini Buktinya!
Daftar kesalahan lainnya yang ditimpakan pada perempuan, terutama dalam berumah tangga, menjadi semakin lebar ketika suaminya berselingkuh. Ia akan dicap sebagai istri yang nggak bisa merawat diri, sehingga tidak cantik, sibuk bekerja, hingga tidak becus mengurus suaminya. Perih deh rasanya mendengar lontaran anggapan itu.
Padahal, perempuan bekerja sampai kurang merawat diri dan dianggap tidak cantik adalah bentuk perjuangannya untuk memperkokoh finansial rumah tangganya. Bukankah sering kita dengar, perempuan cantik itu lahirnya dari akhlaknya bukan semata-mata fisiknya? Mengapa kita tidak memegang prinsip tersebut?
Contoh lain, ketika perempuan menjadi penyintas kekerasan seksual. Merekalah yang justru sering disalahkan. Biasanya, orang menggunakan metafora sebiji permen yang bungkusnya terbuka. Gara-gara terbuka itulah banyak semut yang menghampirinya. Beda dengan permen yang terbungkus rapat, hampir dipastikan semut tidak akan menghampirinya.
What the hell? Permen? Memangnya perempuan semurah itu? Nggak gitu juga keles. Metafora permen saya kira telah membuat pengaburan fakta. Bahwa ternyata tidak sedikit penyintas kekerasan seksual itu adalah kalangan santri perempuan. Ya, mereka beneran santri yang memang nyantri di pondok pesantren.
Nah, kurang panjang apa coba pakaian mereka? Kurang tertutup apa tubuh mereka? So, argumen kekerasan seksual yang selalu menyalahkan pakaian perempuan jelas nggak tepat sasaran. Bukan pakaiannya yang salah.
BACA JUGA: Perempuan Maskulin dan Laki-laki Feminin Itu Tidak Salah
Sebagai perempuan, saya pun selalu dianggap salah teman-teman. Menurut mereka, menjadi perempuan itu tidak perlu terlalu tegas dan mandiri. Katanya sih, jika saya masih saja seperti itu, laki-laki tidak ada yang bakalan suka. Saya lantas berpikir, memangnya kenapa jika menjadi perempuan tegas dan mandiri?
Bagus dong, menjadi perempuan tegas. Itu artinya saya bisa segera lepas dari hubungan beracun yang dapat mengganggu kesehatan mental saya. Bagus dong, jika saya menjadi perempuan yang mandiri. Itu artinya kehidupan saya tidak tergantung dengan orang lain. Jadi, untuk menciptakan kebahagiaan, saya hanya mengandalkan diri saya sendiri, bukan meminta sedekah belas kasihan orang lain agar saya bisa bahagia.
Lalu muncul lagi persoalan lain. Jika perempuan selalu salah, apakah lantas laki-laki selalu benar? Tidak juga. Nyatanya masih banyak yang menganggap bahwa laki-laki itu juga serba salah. Misalnya, ketika dia menangis maka dia akan dicap lemah dan tidak berdaya. Seketika kemaskulinannya rapuh hanya karena beberapa tetes air mata yang mengalir di pipinya.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Perempuan yang Selalu Dituntut ‘Manut’ dengan Pasangannya
Selain itu, laki-laki juga akan dianggap salah jika dia tidak memiliki penghasilan lebih untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Pokoknya, ketika finansialnya sedang goyah, siapkan saja smartphone, earphone, dan lagu dengan volume yang lantang agar tidak sering-sering mendengar ocehan dari orang lain yang dapat mengganggu produktivitasmu.
Namun, tetap saja, ungkapan jika perempuan selalu benar tidak boleh lagi digaungkan. Jika terus saja digaungkan, kebenaran yang digagaskan oleh perempuan tersebut tidak bernilai kebenaran, namun kebenarannya hanya dinilai dari jenis kelamin saja. Hal ini akan jelas akan mengurangi value dari diri perempuan tersebut sebagai makhluk yang penuh gagasan
*Tulisan ini adalah tulisan khusus bertema dunia perempuan yang akan rutin diisi Azizah. Tayang setiap seminggu sekali. Jadi jangan sampai kamu terlewat ya!