KOTOMONO.CO – Dalam tradisi pesta giling tebu di Pabrik Gula Sragi kita jadi tahu bahwa tidak hanya manusia saja yang yang dinikahkan, boneka serupa manusia yang terbuat dari tepung beras ketan atau glepung juga bisa dinikahkan dan diperlakukan sama seperti pasangan pengantin manusia pada umumnya.
Pernikahan pengantin tepung yang oleh masyarakat setempat disebut “pengantin glepung” ini merupakan salah satu dari rangkaian acara “Pesta Giling” yang diadakan oleh masyarakat desa Sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pesta giling ini digelar dalam rangka memperingati masuknya musim produksi pabrik gula yang berada di kabupaten Pekalongan.
Hari itu, Selasa (17/05/2022) pagi ribuan warga Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, tumpah ruah di Jalan raya Sragi untuk menyaksikan sebuah upacara selamatan giling tebu tahun 2022.
Selamatan pesta giling yang dimaksud adalah merupakan sebuah acara ritual dari para petani tebu dan karyawan Pabrik Gula (PG) Sragi dalam menyambut masa giling atau masa beroperasi. Dimulai sekitar pukul 08.00 pagi, ribuan warga sudah memadati jalanan yang menuju ke PG Sragi yang menjadi pusat kegiatan pesta ini.
Pesta atau selamatan giling diawali dengan arak-arakan “Pengantin Tebu” dan “Pengantin Glepung”. Arak-arakan pengantin yang terbuat dari tebu pilihan dan tepung beras ketan ini akan berjalan sepanjang jalan kurang lebih sekitar satu kilometer dan diikuti berbagai macam sesaji serta deretan masyarakat yang ikut meramaikan suasana. Di titik persinggahan, rombongan arak-arakan akan disambut oleh petinggi pabrik gula beserta sesepuh adat untuk didoakan dan seremonial lainnya.
Aksi ini membuat warga berjubel menyaksikan arak-arakan tersebut di sepanjang jalan menuju ke Pabrik Gula Sragi.
Sesampai disana, pasangan pengantin glepung yang diberi nama Manis Tangguh Bagya dan Roro Gendis Prianti ini dinikahkan lalu kemudian digiling.
Sebetulnya upacara selamatan pesta giling tebu di PG Sragi atau sering dikenalnya selamatan Pengantin Tebu atau Pengantin Glepung ini merupakan upacara tahunan yang diselenggarakan dalam rangka memanen tebu sebagai bahan baku dan untuk mengawali proses penggilingan tebu menjadi gula di pabrik tersebut.
Dalam upacara ini yang dianggap sebagai pengantin adalah dua batang tebu terpilih yang akan digunakan sebagai awal dimulainya prosesi musim giling tebu. Inti dan tujuan utama dari upacara ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena diberkahi panen tebu yang melimpah dan permohonan agar panenan mendatang semakin baik serta terhindar dari hama tanaman. Selain itu juga sebagai permohonan keselamatan di awal proses penggilingan tebu menjadi gula agar tidak terjadi musibah atau kecelakaan kerja.
Upacara pesta giling tebu PG Sragi diselenggarakan setiap setahun sekali, yaitu pada awal musim panen tebu sekitar bulan April-Mei. Tepatnya kapan hari H-nya bisa berbeda tergantung perhitungan ahli spiritual atau sesepuh setempat.
Dalam prosesinya, mula-mula, sekitar bulan April, tebu diambil dari ladang secara acak, untuk mengetahui siap dipanen atau belum. Seorang mantri bertugas memeriksa tanaman tersebut. pabila tebu sudah siap dipanen, pihak PG Sragi akan mengadakan arapat dan berkonsultasi dengan seorang ahli spiritual. Nah, si Ahli spiritual akan meminta petunjuk dari Tuhan dengan cara menyepi.
Setelah mendapatkan tanda, ahli spiritual menghitung dan menetapkan hari dimulainya upacara. Ditetapkan pula lokasi lahan tebu yang akan diambil sebagai calon temanten (pengantin) tebu, selain itu akan diambil pula sekitar 15-20 batang tebu lain yang akan digunakan sebagai pengiring temanten tebu. Semua tebu tersebut harus diambil dari areal lahan yang berada di sebelah utara rel kereta api.
Biasanya menurut kalender nasional pada bulan April atau Mei prosesi ini akan dilaksanakan. Di antara bulan tersebut akan dicari hari rangkap manis yang menurut kalender Jawa merupakan hari paling baik bagi dimulainya penggilingan tebu sehingga gula tebu yang dihasilkan juga manis.
Sebelum puncak acara, pasangan calon pengantin dan pengiringnya kemudian diarak menuju tempat transit terlebih dahulu yaitu di Kantor Tebang/Angkut diiringi dengan kesenian tradisional. Tebu-tebu lalu dibersihkan, dikenakan pakaian, dirias dan diberi nama untuk dipersiapkan sebagai pusat perhatian pada puncak acara keesokan harinya.
BACA JUGA: Makna dan Tuntunan Perilaku Hidup di Balik Pintu Gebyok
Semalaman calon pengantin tebu dan tebu pengiring diinapkan di Kantor Tebang/Angkut. Dalam waktu yang sama, dipersiapkan pula sepasang pengantin yang terbuat dari bahan glepung (tepung ketan), yang dinamakan “Penganten Glepung”.
Kesakralannya menjadikan proses pembuatan dilakukan dengan ritual oleh orang tertentu yang dianggap mampu.
Bahan glepung terbuat dari beras yang pulen, kurang lebih sebanyak 20 kg. Beras digiling halus, lalu dikukus, diremas-remas, diuleni dengan alat kayu sampai matang. Glepung yang sudah matang ini dituang di atas tampah, diuleni lagi sampai pulen, kemudian didinginkan.
Dipersiapkan pula 4 buah pepaya matang guna membuat kerangka kepala dan membentuk perut pengantin. Buah pepaya tersebut dirangkai dengan bambu, kemudian dibalut glepung yang sudah pulen tadi sampai rata dan membentuk tubuh bak seorang manusia lengkap dengan kepala, telinga, hidung, mulut, mata, leher, tangan, dada, dan kaki dalam posisi duduk. Di dalam buah pepaya sebagai pembentuk perut pengantin glepung ini akan diisi kinco (gula jawa yang dicairkan) sebagai simbol darah.
Kemudian agar betul-betul menyerupai manusia, pasangan calon penganten glepung ini dikenakan baju pengantin layaknya sepasang kekasih yang akan naik ke pelaminan. Kedua calon pengantin tebu dan glepung berjalan beriringan menuju kompleks PG Sragi. Teriring doa, kedua pasangan pengatin tersebut dimasukan ke mesin penggilingan tebu sebagai puncak acaranya.
BACA JUGA: Pangeran Lancur dan Kisah Munculnya Desa Tengeng Wetan
Sebagai informasi, Pabrik Gula Sragi bisa dibilang merupakan warisan zaman Belanda. Berdiri sejak tahun 1928 dan kini masih beroperasi hingga sekarang meskipun masa produksinya hanya berkisar 5-6 bulan per tahunnya. Meski demikian, pabrik yang sudah berusia lebih dari 94 tahun ini masih aktif hingga saat ini.
Pabrik Gula Sragi biasanya memulai masa produksi pada awal bulan Mei dan berakhir pada bulan September atau Oktober. Untuk memulai masa produksi inilah akan diadakanlah acara tradisi “Pesta Giling” lengkap dengan pengantin tebu dan pengantin glepungnya. Kegiatan ini rupanya sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman awal adanya pabrik.
Acara pesta giling tebu pabrik gula Sragi ini dianggap menjadi hiburan tahunan terbesar bagi masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, tak jarang pula ada wartawan asing ikut meliput tradisi budaya kebanggaan kabupaten Pekalongan ini.
Dalam prosesi arak-arakan yang diiringi kirab budaya inilah yang menarik minat masyarakat. Adapun kesenian yang ditampilan meliputi: barongan, genderuwo, musik gamelan, beserta hiburan pendamping lainnya.