KOTOMONO.CO – Batik memang sudah tak asing lagi bagi masyarakat indonesia khususnya yang ada di Pekalongan. Mulai dari lahir kita sudah dibalut kain batik, sunatan pakai batik, pernikahan juga menggunakan batik hingga mati pun kita tetap menggunakan batik untuk menutup tubuh ketika disemayamkan.
Begitu melekatnya maha karya leluhur ini yang menjadi jati diri orang Indonesia. Maka akan sangat aneh bila orang Indonesia tak suka apalagi tidak tahu dengan Batik yang merupakan Seni tingkat tinggi warisan budaya bangsa yang memiliki filosofi kehidupan manusia.
Banyak motif-motif batik yang tercipta oleh karya imajinasi leluhur yang dituangkan kedalam selembar kain yang indah. Seperti Kawung, Parang, sekar jagad, dan motif pakem khas keraton lainnya, serta motif-motif batik khas pesisiran Pekalongan yang lebih beraneka ragam bentuk dan warna.
Berbicara batik Pekalongan yang dulu pernah berjaya, dari lembaran kain tapih dan sarung batik saja masyarakat Pekalongan yang tergabung kedalam Koperasi Batik bisa menyumbang 1,4 Miliar rupiah kepada negara untuk pembangunan pada era Soekarno.
Baca : Pawai Pajang Jimat, Semangat Maulid dan Nasionalisme Warga Pekalongan Raya
Ini bukti bahwa jika kita bisa menjaga dan melestarikan budaya, kita akan mendapatkan imbas yang luar biasa. Kita harus bangga dan tak usah malu memakai batik yang asli (bukan printing/sablon) seperti halnya Masyarakat arab (timur tengah) yang bangga memakai pakaian gamisnya, Masyarakat Tionghoa dengan qipao / koko khasnya, Jepang dengan kimononya, Skotlandia dengan Tartan dan lain sebagainya.
Khususnya di Pekalongan, kita punya Sarung Batik yang dulu sangat digemari dan menjadi kebanggaan setiap pemakainya, perubahan zaman dan kurangnya kepedulian seluruh element masyarakat membuat budaya Sarungan Batik ini meredup. Untuk itu kita bisa menghidupkan kembali kelestarian Sarung Batik yang menjadi ciri khas orang Pekalongan.
Atau dengan kata lain bahwa Sarungan (yang awalnya pakai batik) bukan tradisi milik orang-orang buaran atau keselatannya saja, melainkan milik semua orang yang berada di Pekalongan.
Mari kita bersama-sama khususnya kawula muda jangan pernah berhenti untuk mencintai budaya lokal kita, kita jangan malu jika keseharian kita menggunakan batik khususnya Sarung Batik ini. Silahkan kita bebas eksis dan kekinian sesuai zaman namun tetap tanpa melupakan jati diri kita. Jika kita sudah tidak mengenal jati diri kita sendiri maka niscaya kehancuran bangsa dan masyarakat dapat datang kapan saja.
“Dahulu jika ke masjid tidak memakai sarung batik (pakainya sarung palekat) akan di ejek teman-teman yang lain, karena menganggap sarung palekat itu “kemul”(selimut) yang biasa ada bekas ilernya.” (sumber Pak Canting)
Ini menunjukkan bahwa Batik (Sarung Batik) sudah sangat dibanggakan dan menjadi pakaian elit masyarakat Pekalongan tempo dulu. Nah kalau Sekarang Bagaimana dengan Kita anak muda ???
Mari kita renungkan bersama, banyak muda-mudi yang lebih peduli dengan trend dari budaya negara lain seperti Japan, Korea, Amerika. Mereka lebih interest dan bangga jika bisa memakai sesuatu yang khas dari negara tersebut “cenderung” malu jika harus memakai produk budaya sendiri (batik).
Baca juga : Sapitan, Salah Satu Bukti Kekayaan Kuliner Khas Pekalongan
Kebanyakan mereka akan senang dan bangga tanpa malu jika ada orang luar (sebut Bule) yang memakai produk budaya batik. Sejatinya kita harus malu, kenapa yang harus menghargai Budaya bangsa kita justru dari orang luar bukan dari kita sendiri yang notabene pewaris leluhur kelak harus diturunkan lagi kepada anak-cucu kita nanti.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menguntungkan pihak pengusaha batik saja, melainkan untuk menggugah seluruh masyarakat Pekalongan dan Indonesia agar kita serius serta mempunyai aksi kongkrit terkait kelestarian budaya bangsa ini. Pastikan kita pakai Batik Asli bukan “Motif Batik hasil sablon“. Tidak ada yang bisa bisa dibanggakan selain salah satunya Batik mahakarya leluhur ini.
Salam Cinta Pekalongan