KOTOMONO.CO – Gedung Pendapa Pekalongan merupakan bangunan yang cukup tua dan memiliki sejarah yang dalam. Hal ini berkaitan dengan penguasaan wilayah Pekalongan yang dinilai sangat strategis.
Bangunan Pendapa Pekalongan ini berada di selatan Alun-alun Kota Pekalongan, saat ini nampak lusuh tak terawat. Dengan halaman yang luas, samping kanan-kirinya dikelilingi pohon beringin yang rindang membuat udara di sekitar Pendopo Pekalongan terasa sejuk.
Meskipun berlokasi di Kota Pekalongan, namun “kepemilikan” Pedopo Pekalongan dipegang oleh pemerintah Kabupaten Pekalongan. Dulunya ini merupakan ibukota dari Kabupaten Pekalongan sebelum dipindahkan ke Kajen pada tanggal 25 agustus 2001 oleh Bapak Bupati Antono ditandai dengan pembuatan Taman Memorabilia “Dadi KAJEN”.
Karena dahulu pusat pemerintahan Kabupaten Pekalongan masih berada di kawasan Alun-alun jalan Nusantara Kota Pekalongan. Sedangkan Gedung DPRD berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Kota Pekalongan. Setelah perpindahan tersebut, maka secara resmi Pendapa Pekalongan juga dibangun ke Kajen tepat dibagian depan dari Rumdin Bupati Pekalongan.
BACA JUGA: Bumi Legenda Batik Nusantara itu Kabupaten Pekalongan
Nah, bagaimana dengan Pendapa yang masih berada di Kota Pekalongan itu ? Meski tidak digunakan secara resmi untuk pusat pemerintahan Kabupaten, masih banyak kok kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan Pendapa Pekalongan ini sebagai tempat berkumpul, latihan menari, maupun acara resepsi pernikahan karena tempat dan lokasi sangat representatif.

Sejarah Pendopo Pekalongan
Untuk perihal Sejarah Pendopo Pekalongan yang berada di Alun-alun ini sudah digunakan oleh Bupati Adipati Noto Dirjo yang menjabat tahun 1879 – 1920. Menurut cerita Mbah Tarmidi (kakeknya Pak Dirhamsyah) kebanyakan tukang yang dipekerjakan untuk membangun Pendapa Pekalongan berasal dari daerah Ngalurung (saat ini kelurahan Tegalrejo).
Ketika diresmikan, setiap pejabat “wedana” dan lurah harus membawa bibit pohon beringin dan ditanam di sekitar pelataran Pendapa hingga ke Sorogenen. Hingga saat inipun kita masih bisa menikmati manfaat dari pohon beringin yang ditanam para pejabat wedana dan lurah tempo dulu.
BACA JUGA: Sejarah Gedung Bakorwil Pekalongan
Sebenarnya, bangunan pendapa itu untuk apa sih ? kalau sekarang kan untuk tempat latihan maupun tempat resepsi pernikahan, kalau dahulu Pendapa itu digunakan untuk apa fungsinya ?
Secara pengertian, bahwa kata Pendapa atau Pendopo berasal dari bahasa Jawa: “Pendhapa” (dialek Jawa standar) yang bersumber dari bahasa Sanskerta “Mandapa“, yang berarti “bangunan tambahan“. Ciri dari Pendapa adalah bangunan yang terletak dibagian di muka bangunan utama. Pantas saja jika kita menengok ke Rumah dinas Bupati Pekalongan didepannya ada bangunan yang besar yang disebut dengan “Pendopo“.
Ciri khas dari Pendopo Pekalongan ialah sebuah bangunan tanpa dinding dengan tiang atau pilar yang banyak. Sedangkan fungsi dasarnya ialah untuk menerima tamu kenegaraan bagi raja atau penguasa setempat. Namun karena Namun, karena Pendapa biasanya berukuran besar, maka bangunan ini difungsikan pula sebagai tempat pertemuan, latihan tari atau karawitan, rapat warga, dan sebagainya.
Makna Filosofis Pendopo

- Dilihat dari segi fisik bangunannya, maka “Pendhopo” merupakan bangunan yang terbuka karena hanya terdapat tiang di keempat sudutnya dan tanpa penyekat. Makna filosofi yang terkandung ialah keterbukaan, bahwasanya seorang pemimpin harus memiliki sifat terbuka. Pemimpin atau penguasa wilayah dalam tatanan kerajaan Jawa, mereka harus menjadi sosok yang terbuka terhadap bawahannya, yaitu terbuka dalam menerina saran atau masukan yang ditujukan kepadanya. Selain itu, sebagai seorang pemimpin selayaknya memang harus memberi kesempatan kepada bawahan untuk menjadikan dirinya sebagai partner yang dapat diajak diskusi dan berkeluh kesah karena keterbukaan yang dimilikinya, jauh dari kesan hierarki yang berlebihan.
BACA JUGA: Sejarah Brug Lengkung Pekalongan
- Bentuk bangunan yang melebar ke samping adalah inti dari makna yang melekat di dalam sebuah bangunan pendopo. Yaitu sebagai seorang pemimpin, orientasi yang harus dimiliki ialah ketika menjalankan tugas haruslah condong pada kepentingan lingkungan sekitarnya. Artinya apa ? sebagai pemimpin yang memiliki bawahan, sudah selayaknya memperhatikan kepentingan dan kebutuhan komponen-komponen di bawahnya. Dan sebagai seorang abdi masyarakat, maka pemimpin haruslah peka terhadap lingkungan di sekelilingnya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang dilambangkan dengan bangunan yang melebar ke samping kanan dan kiri dan yang berarti tidak hanya condong terhadap kepentingan organisasi atau kelompok dilambangkan dengan bangunan pendopo yang tidak memanjang ke arah dalam.
- Pendopo biasanya dibangun lebih tinggi dari halaman dan di dalamnya hanya beralas tikar untuk duduk bersila ketika berdiskusi. Pendopo yang terletak lebih tinggi dari halaman ini mempunyai arti bahwa seorang pemimpin atau pejabat haruslah menempatkan bawahan atau masyarakat umum dalam posisi yang sama tinggi dengannya. Artinya Pendapa dengan rancangan lebih tinggi dari halaman bermakna menghargai dan memandang orang lain sama dengan dirinya di luar jabatan atau kedudukan secara formal. Dan siapapun yang berada di dalamnya harus duduk bersila di atas lantai beralas tikar mempunyai makna yang melekat adalah kebersahajaan. Ketika tamu datang dan tuan rumah menemuinya, maka semua orang otomatis akan duduk bersama di bawah tanpa ada yang menempati posisi lebih tinggi dari lainnya.
KLIK GAMBAR UNTUK DETAIL || Pilar Utama Pendapa Pekalongan
Setelah diatas kita sudah tahu mengenai sejarah Pendapa Pekalongan dan Filosofi Bangunan Pendapa pada umumnya di jawa, nah bagaimana dengan pemimpin-pemimpin yang pernah berkuasa di Pekalongan zaman dulu ?
Nama-Nama Penguasa Pekalongan
Daerah Pekalongan merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Maka para penguasa yang membawahi wilayah Pekalongan adalah orang-orang pilihan dari sang raja mataram islam.
Pada masa ini, administrasi pemerintahan secara keseluruhan berbentuk pemerintah Kabupaten yang disebut dengan “Regent” atau dengan kata lain Regent merupakan bentuk pemerintah yang dipimpin oleh seorang Bupati.
Berikut ini merupakan Daftar Nama Bupati atau penguasa Pekalongan zaman Kerajaan Mataram Islam.
- Tan Kwee Djan (1741)
- R.T. Wirio Adi Negoro (1823)
- R. Adipati Wirijo Adi Negoro (1825)
- R.T. Arjo Wirjo Di Negoro (1848)
- R.T. Ario Werio Dhi Negoro (1856)
- R.T. Ario Atmodjo Negoro (1872)
- R.T. Ario Koesoemo Di Negoro (1878)
- R. Adipati Noto Dirdjo (1879-1920)
- R.T. Ario Soerjo (1924)

Sebelum para Bupati atau Adipati tersebut ditunjuk untuk berkuasa di tanah Pekalongan, telah ada pula seseorang yang ditunjuk untuk berkuasa membawahi wilayah Pekalongan ini yang dulunya disebut Regenscap Mandurareja, dari Mataram Memimpin Pekalongan. Dan jika berdasarkan informasi yang ada dalam tulisan Schrieke, pada 1622 daerah Pekalongan disebutkan menjadi apanage Kiai Adipati Mandurareja dari Keraton Mataram.
BACA JUGA: Kisah Ki Bahurekso, Adipati Kendal Pertama dan Babat Pekalongan
Kemudian pada 1623 digantikan Kiai Adipati Upasanta, saudara kandung Mandurareja. Kedua adipati itu merupakan cucu Jurumartani yang menjabat sebagai Adipati Mandaraka yang merupakan pejabat Istana Mataram di bawah Sultan Agung (1613-1645).
Menurut catatan Schrieke, Mandurareja dan Upasanta meninggal pada 1628 akibat perang melawan VOC. Pengangkatan Mandurareja dan Upasanta di Pekalongan semasa dengan pengangkatan Tumenggung Baurekso di Kendal (1621-1628) dan Pengeran Purbaya di Pemalang (1622).

Ada petunjuk bahwa dari masa Sultan Agung sampai Sunan Amangkurat I daerah pantai utara diperintah langsung Istana Mataram melalui pejabat istana yang ditunjuk. Tidak jelas sepeninggal Mandurareja dan Upasanta, siapa yang ditunjuk penanggung jawab Pekalongan. Namun Schrieke menulis pada sekitar 1660 fungsionaris pejabat tertinggi di Pekalongan adalah Raden Ngabehi Singawangsa, yang kemudian pada 1677 dihukum mati karena dituduh melakukan tindakan pengecut.
BACA JUGA: Sejarah Jembatan Batu Desa Lolong
Dalam bukunya, Schrieke mengutip Serat Pustaka Raja Puwara tentang pejabat di daerah-daerah kekuasaan Mataram. Di antaranya Pekalongan disebutkan bahwa pada 1709 diperintah oleh Adipati Jayadiningrat.
Nah, begitulah bagaimana peradaban Jawa yang penuh dengan filosofi makna hidup di semesta raya, segala sesuatu ada ilmu tersirat kadang kita tidak bisa memahami dengan mata hati yang buta. Perlu kejernihan jiwa dalam memahami ilmu-ilmu agung Nusantara.
Sampai disini dahulu pembahasan mengenai Gedung Pendapa Pekalongan tentang sejarahnya, fungsi Pendapa pada umumnya, dan beberapa nama Penguasa Pekalongan zaman Kerajaan Mataram Islam berkuasa. Mohon maaf dan mohon koreksi dari sobat Cinta Pekalongan jika ada informasi yang kurang tepat atau salah yang saya tulis pada postingan Sejarah Gedung Pendapa Pekalongan ini.
Sangat disayangkan jika Bangunan Pendopo Pekalongan yang berada di Alun-alun Kota Pekalongan ini harus terbengkalai tak terawat. Padahal jika bisa diambil alih oleh Pemkot dari Pemkab maka ini bisa menjadi rumah tempat pelatihan kesenian seperti Tari tradisional yang kini sangat jarang ditemui ataupun menjadi tempat pertunjukan keseniannya. Lokasi yang stategis dan gedung yang luas sangat sayang jika harus dijadikan tempat resepsi saja.