KOTOMONO.CO – Dialah Fatima Al-Fihri, seorang wanita muslim yang namanya jarang dikenal. Padahal ia merupakan pencetus pendirian universitas pertama kali di dunia. Tidak ada sumber di luar buku-buku sejarah akademik zaman keemasan peradaban Islam yang menyebutkan namanya atas jasanya dalam membentuk pendidikan perguruan tinggi.
Mayoritas masyarakat—khususnya pada awal abad ke sembilan—cenderung berpikir bahwa Islam tidak mengizinkan perempuan untuk menghadiri kelas-kelas di madrasah (sekolah) yang didirikan pada abad tersebut. Namun jangan salah, wanita muslim justru sangat aktif dan punya andil besar dalam studi skolastik tentang Islam awal.
Contohnya adalah Aisya Ra, salah satu istri Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang ahli hukum Islam terkemuka pada masanya. Dia banyak terlibat dalam sejumlah peristiwa politik setelah kematian khalifah ketiga, Uthman ibn Affan. Ia jugalah yang menjadi sumber awal banyak hadis berkat kecerdasan dan ingatannya yang luar biasa.
Ketika Fatima al-Fihri ini mendirikan Universitas al-Qarawiyyin di Medina Tua Fez pada tahun 859 Masehi, universitas ini menjadi permata mahkota dan simbol kuat aspirasi perempuan dan pemimpin kreatif dalam sejarah Muslim. Bahkan Universitas al-Qarawiyyin ini telah diakui oleh Guinness Book of World Records sebagai lembaga tertua di dunia yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik. Hal ini sekaligus mematahkan stigma tentang Islam yang tidak memperbolehkan seorang wanita mengenyam pendidikan pada awal abad ke-9.
Perjalanan Awal Fatima al-Fihri
Di awali dengan bermigrasi bersama sang ayah, Mohamed al-Fihri dan saudari Mariam dari al-Kairouan (al-Qayrawan) di Tunisia ke Fez di Maroko (Medina Tua). Fatima al-Fihri merupakan wanita yang fasih dalam pembelajaran Islam klasik seperti fiqih dan ilmu hadis. Berbekal dengan kekayaan ayahnya yang seorang saudagar kaya pada masa pemerintahan Idris II, ia mulai mendirikan masjid, perpustakaan, dan Univeritas al-Qarawiyyin.
BACA JUGA: Antara Cak Nur, Islam, dan Modernitas
Fatima al-Fihri berperan besar dalam kemajuan universitas yang didirikannya hingga berkembang jauh sebelum berdirinya universitas ternama seperti Universitas Al-Azhar di Mesir yang didirikan sekitar tahun 975 Masehi, Universitas Bologna yang merupakan universitas tertua di Eropa, dan Universitas Oxford yang telah dibangun sekitar 1096 M di Inggris.
Pada 859 M, awalnya Fatima al-Fihri hanya membangun masjid dan sebuah sekolah dengan standar tetinggi di tanah yang ia beli dari seorang pria suku Hawaara yang diberi nama Al-Qarawiyyin. Pembangunan masjid ini memerlukan waktu 18 tahun. Berdasarkan sejarawan Maroko, Abdelhadi Tazi, Fatima al-Fihri melaksanakan lelaku berpuasa sampai pembangunan ini selesai.
Mereformasi Masjid Al-Qarawiyyin Menjadi Universitas
Sistem pembelajaran yang kita nikmati saat ini ternyata sudah ada sejak zaman Fatima al-Fihri. Namun bedanya, belum ada pemberian gelar dan adanya lembaga penelitian akademik yang berorganisir. Oleh karena itu, Fatima al-Fihri berpikir untuk mulai menciptakan sistem pemberian gelar dan melembagakan penelitian akademik seperti yang terjadi saat ini.
Pembelajaran pada zaman Fatima al-Fihri tidak langsung seperti yang kita rasakan kini. Jika membandingkan dengan sistem yang saat ini, bisa dibilang pembelajaran yang dimulai dari Masjid Al-Qarawiyyin masih dalam bentuk madrasah dengan murid dari berbagai usia. Materi yang diajarkan pun masih seputar ilmu agama dan. menghafal Al-Quran.
BACA JUGA: Peneroka Musik Kasidah Modern Pertama Di Indonesia Ternyata Orang Pekalongan
Beberapa ulama berpendapat bahwa beberapa pengajaran mungkin terjadi di Masjid Al-Qarawiyyin dari periode yang sangat awal. Masjid-masjid besar di periode islam awal bisanya merupakan bangunan multi-fungsi di mana pengajaran dan pendidikan berlangsung di samping kegiatan keagamaan dan sipil lainnya.
Sayangnya masih belum jelas kapan pertama kali Masjid Al-Qarawiyyin digunakan lebih formal sebagai lembaga pendidikan karena kurangnya sumber sejarah yang berkaitan dengan periode awal Islam. Teks-teks sejarah besar yang paling relevan seperti Rawd al-Qirtas oleh Ibn Abi Zar dan Zahrat al-As oleh Abu al-Hasan Ali al-Jazna’I tidak memberikan rincian yang jelas tentang sejarah pengajaran di masjid, meskipun al-Jazna’I pada abad ke-14 menyebutkan bahwa pengajaran telah berlangsung di sana sebelum zamannya. Jika tidak, penyebutan kata halaqa (lingkaran) paling awal untuk belajar mengajar mungkin tidak ada sampai abad ke-10 atau abad ke-12.
Kemudian banyak sarjana menganggap titik tinggi Al-Qarawiyyin sebagai pusat intelektual dan ilmiah terjadipada abad ke-13 dan ke-14, ketika kurikulum berada pada tingkat yang paling luas dan prestisenya telah mencapai ketinggian baru setelah berabad-abad ekspansi dan patronase elit. Mata pelajaran yang diajarkan sekitar periode ini adalah pelajaran agama tradisional seperti Quran dan Fiqh (hukum islam), dan ilmu-ilmu lain seperti tata bahasa, retorika, logika, kedokteran, matematika, astronomi dan geografi.
Sayangnya pada tahun 1912—karena Maroko menjadi protektorat Prancis—membuat kondisi Al-Qarawiyyin memburuk sebagai pusat pembelajaran agama dari masa jayanya di abad pertengahan. Sekitar tahun 1914 dan 1947, pemerintahan Prancis menerapkan sejumlah reformasi struktural termasuk lembaga kalender, pengangkatan guru, gaji, jadwal, administrasi umum dan penggantian ijazah dengan syahadat alamyha, tetapi tidak memodernisasi isi pengajaran. Pada tahun 1963, setelah kemerdekaan Maroko, Al-Qarawiyyin secara resmi diubah menjadi universitas di bawah pengawasan kementerian pendidikan oleh dekrit kerajaan.
Kelas di masjid lama dihentikan dan kampus baru didirikan di bekas barak Angkatan Darat Prancis. Sementara dekan duduk di Fez, empat fakultas didirikan di dalam dan di luar kota: sebuah Fakultas Hukum islam di Fez, Fakultas Studi Arab di Marrakesh, dan dua Fakultas Teologi di Tetouan dan dekat Agadir. Kurikulum dan buku teks modern diperkenalkan dan pelatihan professional para guru ditingkatkan. Setelah reformasi, Al-Qarawiyyin resmi berganti nama menjadi “Universitas Al-Quaraouiyine” pada tahun 1965.
Atas pemikiran dan komitmen Fatima ini, telah membuktikan bahwa wanita muslim bisa melakukan apapun, termasuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Sebuah penghargaan diberikan atas kiprah Fatima pada tahun 2017 sebagai bentuk penghormatan atas jasanya. Penghargaan ini dibuat untuk meningkatkan pelatihan profesionalitas wanita dan pemberian beasiswa untuk pelajar di Eropa dan Afrika Utara.