KOTOMONO.CO – Kalau ada yang bilang mendirikan minimarket dekat dengan pasar itu melanggar peraturan daerah (Perda), sini baca ini dulu gih!
Hari Jumat tanggal 1 Oktober 2021 yang lalu, Walikota baru saja meresmikan sebuah minimarket di jalan Sultan Agung. Minimarket itu lokasinya tak jauh dari Pasar Banjarsari yang kobongan itu. Hanya beberapa puluh meter.
Syahdan, pembukaan minimarket tersebut merupakan gagasan dari para alumni dari sebuah sekolahan. Hasil dari penjualan minimarket ini 100 persen akan didonasikan untuk yayasan pendidikan sekolahan tersebut.
Tentu, hal ini sangat membanggakan. Terutama bagi keluarga besar sekolahan tersebut. Apalagi yang meresmikan juga merupakan Alumni sekolahan tersebut.
Andai saja saya merupakan alumni sekolah itu. Pastinya saya ikut bangga juga. Malah, saya akan sering-sering berbelanja di situ. Soal harga, itu soal kesekian. Pokoknya, tetap saya beli, katanya dapat pahala juga lheh.
Tapi, sebentar. Saya sedang tidak ingin membahas tentang minimarket dari para alumnus sekolahan yang digadang-gadang sebagai salah satu jurus pemulihan ekonomi di masa pandemi dan juga ngepasi dengan Gerakan Ayo Jajan yang digencarkan Bapak Walikota tercinta.
Sebetulnya gagasan buat menulis ini sudah sejak lama. Namun, baru bisa tewujud sekarang ini. Eh lha kok ndilalah ngepasi karo pembukaan minimarket tersebut. Yang jelas, sudah sejak lama pula banyak warga yang grengang-grengeng terkait menjamurnya minimarket di kota ini. Sebagian besar agak memasalahkan jarak lokasi minimarket yang sangat dekat dengan pasar tradisional, termasuk toko kelontong konvensional.
BACA JUGA: Pemkot Pekalongan Mau Meningkatkan Ekonomi, tapi Kok Malah Kebanyakan Pelatihan?
Hai kalian! Saya tegaskan ya, kalau pendirian atau pembukaan minimarket dekat dengan pasar itu sama sekali tidak melanggar peraturan daerah! Tidak ada pasal-pasal yang dilanggar para pemilik minimarket. Camkan itu!
Sebelum saya bahas lebih lanjut, saya berikan dulu definisi Minimarket (Toko Modern) dan Pasar Tradisional menurut peraturan daerah Kota Pekalongan, atau lebih tepatnya berdasarkan Perda No. 03 Tahun 2012 yang mengatur tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/ dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Sementara Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca secara lengkap Perda di sini. Jika mengacu pada Perda No. 03 Tahun 2012 tersebut, disitu tidak ada masalah kalau membuka toko modern (minimarket) dengan jarak yang dekat dengan pasar tradisional, asalkan hasil kajian dan analisanya “OKE”.
Makanya kalau saya mengatakan pendirian minimarket yang berdekatan dengan pasar itu tidak melanggar Perda ya begitu adanya. Masalah? Jangan sewot dulu ya, tetap tenang dan santai, sebat dulu juga boleh dan teruskan baca ini sampai selesai.
Ada satu lagi lho peraturan yang menjadi pedoman untuk pendirian toko modern di kota ini. Yakni Perwal Nomor 23 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Apa saja isi dari Peraturan Walikota itu? Monggo kalau tidak malas bisa baca lengkapnya di sini, karena saya tidak mau repot-repot menuliskan isi keseluruhan pasal-pasalnya di sini, wong dokumene scannan og, ora iso di-copas! Kalau malas ya ikuti saja apa yang ada dalam tulisan ini.
Kalau di Perwal ini, definisi tentang Toko Modern dan Pasar Tradisional tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan Perda yang tadi. Cuman di sini lebih detail dalam hal mengatur adanya toko modern secara umum.
BACA JUGA: Kok Bisa Informasi Kebijakan Pemkot Pekalongan Nggak Sampai ke Warga?
Kita mulai dengan Pasal 3 Ayat 1 yang berbunyi, “Pendirian pasar tradisional atau pusat perbelanjaan atau toko modern selain minimarket harus memenuhi persyaratan ketentuan Peraturan Perundang-udangan dan harus melakukan analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional dan UMKM yang ada di wilayah yang bersangkutan”.
Kayaknya pasal ini masih oke-oke saja tidak sesuatu yang urgent yang mengatur secara spesifik tentang pendirian toko modern. Baik kita lanjut Ayat berikutnya (Ayat 2).
“Analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional dan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pedidikan, tingkat pendapatan rumah tangga, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, ketahanan dan pertumbuhan pasar tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal, keberadaan fasilitas sosial, hingga dampat positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara hypermarket dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya”.
Nah, dalam pasal ini mulai kelihatan banyak toko modern yang melanggar peraturan, yakni dalam poin dampak positif dan negatif jarak toko modern tersebut dengan pasar. Oke saja sih jika awal hasil analisanya menunjukan lebih banyak dampak positifnya daripada dampak negatifnya.
Namun sapa tahu seiring berjalannya waktu ada perubahan kondisi sosial ekonomi. Bahkan perilaku masyarakat yang merubah situasi. Jadi harusnya analisa dan perizinan itu dilakukan setiap beberapa tahun sekali. Ya semacam KIR pada kendaraan angkutan.
BACA JUGA: Gerakan “Njajan Njo” Dari Pemkab Pekalongan Mung Sebatas Labelisasi Saja, Nggak ada yang Istimewa
Nah, soal Jarak nih, dalam perwal tersebut dijelaskan secara rinci berapa-berapa meter jaraknya harus dipatuhi, seperti dalam Pasal 3 Ayat 3 seperti berikut ini :
“Dalam penyelenggaraan penataan pusat perbelanjaan dan toko modern harus menenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Minimarket berjarak minimal 0,5 KM dari pasar tradisional dan 0,5 KM dari usaha kecil sejenis yang terletak di pinggr kolektor/arteri.
- Supermarket dan Departement Store berjarak minimal 1,5 KM dari pasar Tradisional yang terletak di pinggir kolektor/arteri.
- Hypermarket dan perkulakan berjarak minimal 2,5 KM dari pasar tradisional
- Minimarket yang terletak di pinggir jalan lingkungan dengan luas gerai s/d 200 meter persegi, berjarak minimal 0,5 KM dari pasar tradisional dan usaha kecil sejenis.
- Penampatan pedagang tradisional dalam rangka kemitraan dilarang menggunakan ruang milik jalan
- Jarak antara minimarket dalam satu ruas jalan miminal 1 KM
Kalau dari ayat di perwal ini jelas. Jarak yang berdekatan antara minimarket (toko modern) dengan pasar tradisional harus minimal 500 meter (0,5KM). Kalau kurang dari itu, ya jelas Pelanggaran Boss!. Begitu juga dengan jarak antar minimarket dalam satu ruas jalan yang sama. Harus berjarak 1KM.
Nyatanya, banyak yang berdekatan, piye wes? Nah ini boss, hal tersebut baru melanggar aturan yang sesungguhnya.
Kalau dengan perwal ini mendirikan minimarket berdekatan dengan pasar tradisional maupun antar minimarket yang hanya beberapa puluh meter itu disebut-sebut melanggar peraturan ya gimana lagi?
Duhh jadi teringat dengan salah satu episode film kartun SpongeBob Squarepants. Di sana diceritakan, ada sebuah gerai minuman dengan perkembangan yang sangat pesat. Tiap beberapa jengkal langkah sudah ada cabangnya lagi, hingga warga Bikini Bottom yang biasanya menjadi pelanggan restoran Krusty Krab milik Tuan Krab beralih kepadanya. Suka atau tidak suka itu membuat Tuan Krab geram karena usahanya harus tutup.

Tapi sih nggak sama plek apa yang terjadi di kota Bikini Bottom dengan Kota Pekalongan. Di sini persaingan masih terjaga, dan belum ada yang di”rugikan”. Bahkan, belum ada berita toko kelontong bahkan nganti pasar tradisional tutup gegara banyaknya minimarket atau supermarket. Bahkan lebih gila lagi, di sini sebelum hangus terbakar, Pasar Banjarsari supermarket Giant dan mal Borobudur itu berada dalam satu gedung yang sama.
BACA JUGA: Bu Risma yang Kecewa Bantuan di Pekalongan Tak Sesuai Adalah Sosok yang Kita Nanti-nantikan
Keberadaan minimarket atau toko modern atau supermarket itu berdekatan dengan pasar tradisional bahkan berdekatan satu dengan lainnya, bagi saya itu tidak masalah. Ya piye maneh, kotane sempit og, menurut data BPS luas kota hanya 45,25 KM persegi tapi punya minimarket sebanyak 417 gerai, (eh jadi 418 gerai sama yang punyanya Alumnus tadi) belum lagi supermarket dan lain sebagainya, paling banyak itu ada di kecamatan Pekalongan Timur yaitu 370an gerai yang berdiri. Yowes tho paora!
Barang kali Kota Pekalongan itu kota bisnis, yang penting perekonomian masyarakat tumbuh makmur, sehat sentosa, lapangan kerja banyak, serta pengangguran tidak tersisa. Ini juga bisa jadi mempertegas kalau Kota Pekalongan adalah kota yang ramah buat investor menanamkan modalnya.