KOTOMONO.CO – Dinasti politik di Indonesia dimulai pada keluarga Presiden Pertama Indonesia, Presiden Soekarno. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya anak-anak Soekarno yang meneruskan profesi ayahnya sebagai politisi.
Kita faham, Indonesia menjadi salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Dan sistem demokrasi yang ideal yaitu rakyat memiliki peluang untuk lebih besar terlibat di dalam proses politik. Artinya ialah sangat terbuka ruang partisipasi untuk seluruh masyarakat dalam berkompetisi memperebutkan jabatan-jabatan di dalam politik, mulai dari level regional hingga sampai level nasional menurut peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia.
Namun pada kenyataannya, seringkali masyarakat terhalang akan status ataupun hak-hak sosial yang mengakibatkan terjadinya fenomena dinasti politik di Indonesia. Demokrasi yang diartikan sebagai kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Mengalami perubahan paradigma menjadi politik pragmatisme yaitu mendorong kalangan kerabat kepala daerah untuk menjadi pejabat publik (Susanti, 2017).
Politik Dinasti merupakan suatu fenomena politik dimana hadirnya calon dari lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa. Secara bahasa dinasti politik diartikan sebagai suatu rezim kekuasaan politik atau actor politik yang dilakukan secara turun-temurun oleh salah keluarga maupun kerabat dekat. Rezim ini dibentuk karena adanya konsen yang tinggi antara anggota keluarga dengan perpolitikan dan seringnya orientasi dinasti ini adalah kekuasaan.
BACA JUGA: Politik “Pangkon” Ala Mas Walikota Aaf
Menurut Wasisto dalam jurnal (Effendi, 2018) terdapat gejala yang mendasari terbentuknya suatu dinasti politik yaitu: Pertama, karena macetnya kaderisasi partai politik pada menjaring calon kepala daerah yang berintegritas, berkualitas, dan berkompeten. Sehingga, menimbulkan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjabat sebagai pejabat publik.
Kedua, adanya masyarakat yang menjaga kondisi status quo pada daerahnya dengan menginginkan kepala daerah untuk berkuasa yaitu dengan cara mendorong kalangan keluarga maupun orang dekat kepala daerah menggantikan petahanan.
Model dinasti di Indonesia yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu dengan by design dan by accident. Model dinasti by design dibentuk sejak lama dimana terjadinya jejaring familisme di dalam pemerintahan yang sudah kuat, sehingga menjadikan kerabat mudah untuk masuk di pemerintahan atau terjun ke dalam kontestasi politik yang sudah diatur secara sedemikian rupa serta sudah di desain sejak awal untuk menempati pos tertentu.
BACA JUGA: Belajar Mendidik Anak dari Ayah Bung Karno
Bentuk dari model by design yang sering dilakukan ialah istri maju untuk menggantikan suami atau anak menggantikan bapaknya. Sedangkan model dinasti politik by accident ialah terjadi pada situasi pemerintahan secara tiba-tiba mencalonkan kerabat untuk menggantikan atau menjaga kekuasaan informalnya terhadap penggantinya, saat kelak jika menang di dalam kontestasi politik. Bentuk by accident biasanya kerabat sebagai calon kepala daerah hanya dijadikan sebagai bayangan atas kerabat lain yang difavoritkan untuk memenangkan pemilu (Sari et al., 2022).
Contohnya Megawati Soekarnoputri yang notabene anak dari Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarna, (yang semakin memperlihatkan gejala dalam kedinasan politik di Indonesia pada diri anaknya, Puan Maharani). Kemudian ada anak dari Soekarno yang lain seperti Sukmawati, dan Guruh Soekarno Putra yang rupanya ikut pula terjun ke dunia politik.
Fenomena tentang dinasti politik nampak terlihat juga di keluarga mantan Presiden Indonesa K.H. Abdurrahman Wahid, dengan adanya saudara-saudara kandungnya serta anak kandugnnya dalam dunia perpolitikan di Indonesia.
BACA JUGA: Gus Dur, Bapak Sosialisme dari Pesantren Abad ke-21
Kecenderungan dinasti politik juga ditunjukkan oleh keluarga Presiden Indonesia keenam yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang ditandai dari kiprah anaknya Eddie Baskoro yang telah berhasil menjabat sebagai anggota DPR Periode 2014-2019, dan Agus Harimurti Yudhoyono yang kini menjadi pucuk pimpinan partai Demokrat, serta beberapa kerabat lain seperti Sartono Hutomo, Dwi Astuti Wulandari, Wibowo, dan Agung Budi Santosa.
Dinasti politik juga terjadi kepada Presiden Indonesia saat ini yaitu Joko Widodo yang anaknya Gibran Rakabuming menjabat sebagai wali kota Surakarta dan menantu nya yaitu Bobby Nasution yang menjabat sebagai walikota Medan (Prianto, 2016).
Pada tingkat daerah, dinasti politik mengalami tumbuh subur. Menurut riset dari Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa pada tahun 2010 yang termasuk menjadi sorotan utama disebabkan banyak beberapa kepala daerah yang terpoloj dan berstatus sebagai sebuah kerabat kepala daerah sebelumnya: Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti (Istri Bupati Kendal, Hendy Boedoro); Bupati Lampung Selatan, RyckoMendoza, Putra Gubernur Lampung, Sjachruddin ZP; Bupati Pesawaran, Aries Sandi Dharma, anak Bupati Tulang Bawang
Kemudian ada Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, anak kandung mantan Bupati Kutai Kartanegara, Bupati Tabanan, Bali, Ni Putu Eka Wiryastuti, anak Bupati sebelumnya; Bupati Bantul, Yogyakarta, Sri Suryawidati, istri Bupati sebelumnya, Idham Samawi; Bupati Indramayu, Anna Sophanah, mantan istri Bupati sebelumnya; Bupati Kediri, Haryanti Sutrisno, merupakan istri Bupati; Walikota Cilegon, Tubagus Iman Ariyadi yaitu merupakan anak dari Walikota. Selain itu Gubernur Sulawesi Selatan 2008-2012, yaitu Syahrul Yasin Limpo yang memiliki banyak saudara yang menjadi pejabat: Haris Yasin Limpo.
BACA JUGA: Antara Cak Nur, Islam, dan Modernitas
Anggota DPRD Kota Makassar 2004-2009; Tenri Olle, Anggota DPRD Sulawesi Selatan 2009-2014, Ikhsan Yasin Limpo, Bupati Gowa 2005-2010. Selain itu, terdapat juga anak Syahrul Yasin Limpo, Indira Thita Chunda yang menjabat sebagai anggota DPR 2009-2014, dan keponakannya. Adnan Purichta yang menjabat sebagai anggota DPRD Sulawesi Selatan 2009-2014 serta masih banyak lagi fenomena dinasti politik yang terjadi di tingkat daerah (Gunanto, 2020).
Solusi untuk melepas rantai politik dinasti yaitu dimulai dari partai politik karena partai politik memiliki fungsi untuk merekrut kader politik. Partai politik seharusnya jika ingin mencalonkan sebuah pejabat publik harus menilai secara matang, apakah calon itu layak untuk membangun Indonesia ke depan atau tidak serta memiliki visi misi untuk jangka panjang Indonesia ke depan serta harus juga memperhatikan apakah pejabat politik tersebut memiliki hubungan dengan saudara atau keluarga yang pernah berkuasa sebelumnya atau tidak.
Selain itu harus adanya instrumen yang mengatur tentang politik dinasti tersebut. Seandainya terjadi politik dinasti, pejabat itu harus berkompeten, berintegritas, berkualitas serta memiliki visi misi ke depan untuk kesejahteraan masyarakat bukan hanya untuk melanggengkan kekuasaan yang sudah terjadi sebelumnya.