KOTOMONO.CO – Jauh sebelum generasi awal grup Nasida Ria lahir, Santriwati asal Pekalongan bernama Rofiqoh Dharto Wahab ini menjadi pelopor musik Qasidah modern pertama di Indonesia.
Musik kasidah, barangkali bagi sebagian anak-anak milenial sudah jadi istilah yang asing. Apalagi sekarang sudah agak susah menemukan pemusik kasidah. Khususnya, di beberapa daerah tertentu.
Cara termudah untuk mengenal musik kasidah sih ada. Kita tinggal kunjungi youtube, lalu ketikkan pada kolom pencarian kata “kasidah”. Pasti akan terjawab, seperti apa bentuk musik kasidah itu.
Dulu, kira-kira di era 80 hingga 90-an, musik kasidah modern pernah jaya. Salah satu grup musik kasidah yang terkenal adalah Nasida Ria. Dalam satu tahun, grup musik asal kota wingko ini bisa merilis dua album yang berisi 20 lagu. Hebatnya lagi, personel grup ini terdiri atas sembilan orang perempuan.
Tapi, siapa sih sebenarnya yang mengawali musik kasidah modern? Ternyata bukan grup Nasida Ria. Ada tokoh lain yang menjadi peneroka musik kasidah modern. Tokoh yang satu ini asli putri daerah Pekalongan.
Dilahirkan di Desa Kranji, Pekalongan, tepat pada tanggal 18 April 1945, putri dari K.H. Munawir ini menjadi penyanyi kasidah modern pertama di Indonesia. Awalnya, ia melakoni perannya sebagai seorang qari (pelantun Alquran). Peran itu tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga. Ayahnya, selain seorang ulama yang disegani, juga pengasuh pondok pesantren Munawwirul.
BACA JUGA: Usmar Ismail, Bapak Film Indonesia yang Multidimensi dan Idealis
Memasuki usia 19 tahun, alumni pondok pesantren Lasem ini mulai muncul di atas mimbar-mimbar acara keagamaan di Pekalongan. Tentu, yang dilakukannya tidak jauh dari kemampuannya sebagai seorang qari. Setahun kemudian, setelah namanya dikenal sebagai qari, ia meninggalkan tanah yang menguburkan ari-arinya. Ia merantau ke kota ondel-ondel.
Seakan menemukan gelondongan emas intan permata, santri putri K.H. Munawir ini dipertemukan dengan berbagai keberuntungan. Di kota ondel-ondel ini, ia menemukan tambatan hatinya yang seorang juru warta, Dharto Wahab namanya.

Di tahun yang sama, 1965, sebelum pecah peristiwa G30S PKI, suara merdu santri lulusan pondok pesantren Buntet (Cirebon) dalam melantunkan ayat-ayat suci Alquran sempat membuat ruangan Istana Negara menghening. Di hadapan Presiden Pertama RI, Soekarno dan tokoh-tokoh penting lainnya ia tampil memukau. Kala itu, Istana Negara tengah menghelat peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
BACA JUGA: Gubernur Kalteng Pertama itu Ternyata Wong Kalongan
Tidak hanya itu, dalam kesempatan itu, ia juga didaulat untuk melantunkan kasidah. Judulnya “Habibi Ya Rasulullah”. Tampil dengan mengenakan kebaya, kerudung, dan jarik bermotif batik khas Jawa di era itu, ia mampu membuat seluruh hadirin terpukau hingga mengharu biru.
Kontan, keterpukauan itu membuatnya semakin disegani. Sampai-sampai, Rustam—seorang karyawan RRI (Radio Republik Indonesia)—memberinya “panggung”. Suara pelantun kasidah ini pun direkam dalam piringan hitam. Kemudian dipersilakan pula mengisi program siaran kasidah di RRI. Saat itu, lantunan kasidah tidak diiringi bebunyian alat musik.
Pada masa yang sama, tokoh perempuan ini memimpin grup kasidah, Djam’iatul Bannat. Namun, saat merekam suaranya ke dalam piringan hitam untuk kali pertama, ia diiringi orkes gambus Al Fatah, grup yang diasuh oleh A. Rachmat.
Dari rekaman ini, beberapa lagu seperti “Hamwawi Ya Mismis” dan “Ya Nabi Salam” dirilis saat setelah peristiwa G30S PKI meletus. Saat itu pula, syiar Islam sedang gencar-gencarnya ditumbuhkembangkan. Tak heran pula jika pada saat itu banyak album yang dihasilkan, seperti Libarokallah, Hamawi Ya Mismis, Baladi, Habib Qalbi, Semoga di Surga, dan Lagu-lagu Gambus. Keenam album itu memuat 30 lagu kasidah gambus berbahasa Arab dan Indonesia.
BACA JUGA: Syu’bah Asa: Sastrawan Pekalongan yang Justru Terkenal di Jakarta
Lima tahun kemudian, ia dan kawan-kawannya membidani kelahiran kasidah modern. Ia mulai dengan menjalani proses rekaman bersama orkes Bintang-Bintang Ilahi pimpinan Agus Sunaryo. Hasil rekaman itu disambut meriah di blantika musik religi Indonesia. Tak ayal pula dua judul lagunya, yakni “Di waktu Muda” dan “Sholatullah” menjadi tenar dan tak jarang diperdengarkan pula lewat corong-corong radio amatir.

Meski begitu, perjuangan untuk mengenalkan musik kasidah modern kepada khalayak tak semudah meniup butiran debu. Sebaliknya, upaya itu bahkan sempat dinyinyiri oleh beberapa pihak. Termasuk kalangan ulama sendiri.
BACA JUGA: Profesor Linguistik Dunia Asal Pekalongan
Teguran keras ia terima dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun dilayangkan lewat surat. Paling banyak, teguran itu menyasar jenis musik yang dibawakannya. Sementara lirik atau syair-syair yang didendangkan, tidak dipersoalkan. Apalagi syair-syair itu bernapaskan dakwah dan ketuhanan.
Kendati demikian, kritik itu tak membuatnya patah langkah. Berbekal restu tertulis pimpinan NU, Idham Chalid, ia terus menapaki jalan terjal berperih duri itu. Dan rupanya, di tengah upayanya yang keras itu, ia mendapati sebuah pemandangan indah. Salah seorang pengkritik kerasnya justru berbalik arah mengikuti jejaknya dan turut meramaikan kasidah modern. Konon, pengkritik itu seorang ustaz. Hanya, ia tak punya pengaruh besar di masyarakat.
Kini, jejak revolusi musik kasidah modern meninggalkan kesan mendalam. Musik itu masih tetap hidup dan berjaya. Kesuksesan tokoh perempuan asal kota megono ini telah memberi ruang yang longgar bagi para pendatang baru seperti Nasida Ria, Al-Manar, Hadad Alwi dan Sulis, hingga Nida Ria.
Dalam kenangnya, perjuangan yang dilakukan tokoh perempuan yang multitalenta ini telah menghadirkan kesegaran dari rasa manisnya buah perjuangan. Di masa senjanya, peneroka musik kasidah modern ini aktif bergiat dalam urusan keagamaan. Ia memimpin kelompok pengajian Ittihadul Ummahat, kelompok pengajian Romuna, dan Yayasan Gadi Fi Muna, yang membawahi majelis taklim dan TK Islam. Namanya, lebih dikenal sebagai Hj. Rofiqoh Dharto Wahab, sang mubalig perempuan.
BACA JUGA: Pak Hoegeng, Sang Jenderal Sejati
Pada April 2013 lalu, bersama lima orang lainnya, ia dianugerahi penghargaan Hadiah Asrul Sani, atas keterlibatannya yang konsisten dalam kegiatan kesenian di lingkungan keluarga NU. Lebih-lebih dalam dua dekade awal karirnya, hampir setiap dua bulan ia mengeluarkan album rekaman terbarunya, baik berupa pembacaan Alquran maupun lagu-lagu kasidah dan gambus.
Tak ada catatan pasti berapa album yang telah ia telurkan hingga kini. Yang jelas, sampai tahun 1990-an ia masih mengeluarkan album baru, meski sebagian besar daur ulang lagu-lagu lamanya yang sukses.

Sumber : Historia ID